Beberapa waktu belakangan ini, suasana politik di Sumbar menghangat. Gubernur Sumbar yang terpilih dalam Pilkada langsung, Mahyeldi yang akrab dipanggil Buya, disoroti oleh berbagai isu dan pemberitaan di media maupun social media. Memang sebagai Kepala Daerah di alam demokrasi, Mahyeldi harus siap untuk menghadapi itu semua, baik dari pihak yang betul ingin memberikan masukan dan saran konstruktif pada beliau. Ataupun yang memiliki tendensi politik atau mencari cari celah untuk menyerang beliau dan menjatuhkan citra beliau. Terutama dari lawan-lawan atau kompetitor politik nya. Apalagi aroma Pilkada kemarin masih tercium. Dan Pilkada serta Pileg 2024 juga semakin dekat.
Mulai dari masalah RPJM Sumbar yang sebagian nya dianggap plagiat. Kemudian polemik tentang komisioner Baznaz Sumbar, masalah Anggaran dan penanganan Covid, ditundanya konversi Bank Nagari menjadi Bank Syariah berdasarkan RUPS-LB sampai tahun 2023, Yang terbaru adalah masalah pengadaan Mobil Dinas yang sudah dianggarkan dalam APBD 2021.
Semua isu itu nampak ujungnya dialamatkan pada Mahyeldi, terlepas yang mungkin membuat blunder atau kesalahan adalah bawahan atau orang-orang disekitar Mahyeldi. Maka tembakan itu tetap diarahkan pada Mahyeldi, karena jika dilihat secara politis baik jangka pendek atau jangka panjang, kalau Mahyeldi berhasil dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala Daerah dan mendapatkan tempat dihati masyarakat, maka popularitas dan elektabilitas nya di 2024 tidak akan bergeser bahkan mungkin naik. Inilah yang barangkali dilihat sebagai warning oleh kompetitor politik Mahyeldi. Sehingga setiap langkah yg beliau buat, kebijakan yang berhubungan dengan Mahyeldi akan selalu dikiritisi dan dicikaraui. Sehingga ujungnya Mahyeldi dianggap gagal dan tidak kompeten dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubernur.
Bahkan naiknya kasus Covid di Sumatera Barat juga di kambing Hitam kan pada Mahyeldi, padahal saat ini kasus Covid di Indonesia memang terjadi peningkatan pesat akibat varian delta dari India maupun varian lain, yang dari info beredar, sudah masuk ke Indonesia. Statement Mahyeldi di media massa ketika disorot dan ditanya kenapa masyarakat Sumbar banyak yang tidak memakai masker, beliau menjawab mungkin karena sudah lama bermasker sehingga ada sebagian yang jenuh/bosan bermasker. Tapi pernyataan beliau itu diplintir dan diframing oleh sebagian orang seolah Mahyeldi membenarkan masyarakat tidak bermasker. Padahal beliau hanya menjawab pertanyaan wartawan, dari fakta yg beliau temui dilapangan. Sebagian besar masyarakat ditanya kenapa tidak lagi memakai masker, jawabannya karena sudah hampir 2 tahun kami Makai masker pak, Sasak Pulo angok kami dek nyo, sahinggo kadang maleh kami bamasker taruih. Pitih pambali masker ko indak Pulo Ado lai, begitu ungkapan yang aktual.
Memang sebagai Pimpinan dan kepala daerah semua yang terjadi menjadi tanggung jawab pemimpin. Tapi kita perlu juga objektif dalam menilai, apakah memang persoalan yang muncul adalah murni kesalahan kebijakan dan sikap politik Mahyeldi ataukah imbas dari keadaan akibat bencana, situasi politik, kebijakan masa lalu, atau kesalahan dari bawahan atau orang-orang di sekitar Mahyeldi yang pada hakikatnya membantu beliau untuk bekerja menjalankan tugas sebagai Gubernur.
Secara faktual kita bisa melihat, dari dulu sejak menjadi wakil Ketua DPRD Sumbar, bagaimana Mahyeldi menolak memakai mobil dinas baru Nissan Terrano, sampai beliau menjadi Wakil walikota Padang, menjadi Walikota Padang dua periode, Mahyeldi telah membuktikan kerja dan kiprahnya. Lakek tangannya di Kota Padang terlihat jelas, membenahi pantai, pasar, jalan umum, trotoar, pendidikan, agama dan terutama menghidupkan perekonomian kota padang. Karakter kesederhanaan, merakyat dan pekerja keras itu melekat dalam keseharian beliau. Tidak berubah terlihat sampai hari ini. Sehingga karena itu masyarakat Sumbar percaya dan memilih beliau sebagai Gubernur nya dalam Pilkada kemarin.
Publik Sumbar bisa menilai di alam keterbukaan hari ini, salah satunya dari akun social media resmi beliau, setelah dilantik hampir tidak ada waktu, atau setiap hari Mahyeldi melainkan bekerja. Mengunjungi masyarakat untuk menggali aspirasi, termasuk memenuhi undangan masyarakat sehingga mereka bisa merasakan kehadiran pemimpinnya tanpa jarak. Bahkan beliau tidak memilih-milih untuk bertemu masyarakat, walau acara nya sederhana. Kemudian yang terpenting beliau juga terus beraktivitas sesuai tupoksi, serta visi dan misinya sebagai Gubernur.
Dalam buku yang diterbitkan oleh Bappeda Sumbar, tentang 100 hari Kepemimpinan Mahyeldi Audi, bisa juga dilihat apa langkah-langkah beliau dalam mewujudkan visi dan misi, utk membangun dan membangkitkan perekonomian Sumatera Barat yang terdampak nyata karena Covid.
Disamping penanganan terhadap wabah Covid yg masih merajalela, terlihat bahwa Fokus utama Mahyeldi-Audi adalah untuk membangun kembali perekonomian Sumatera barat yg terdampak luar biasa karena wabah Covid, banyak rakyat yang menderita dan jatuh miskin. Karena kalau itu tidak diatasi, tidak kalah berbahayanya dibanding Wabah Covid itu sendiri. Kalau rakyat lapar maka sudah pasti imunnya akan turun, bahkan iman juga bisa turun, sebagaimana kata Nabi Saw bahwa kefakiran bisa mendekatkan pada kekafiran. Makanya Antara kesehatan dan perekonomian adalah 2 hal yang tidak bisa dipisahkan. Jangan saling menegasikan atau dipertentangkan.
Diantaranya langkah yang dibuat adalah upaya menghidupkan kembali sektor pariwisata dan turisme di Sumbar. Kemudian membangkitkan sektor pertanian, peternakan perkebunan dan perikanan, dan lain sebagainya. Untuk itu Mahyeldi melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah dalam rangka belajar,, contohnya ke Lampung yang dinilai berhasil dalam mengembangkan sektor perikanan laut terutama tambak udang, bahkan sudah diekspor keluar negeri. Sekarang tambak udang ini juga sudah mulai tumbuh di Sumatra barat terutama di daerah pesisir pantai seperti Padang Pariaman, Pariaman dsbnya. Berpotensi juga dikembangkan di daerah pesisir Selatan, Agam, Pasaman Barat, bahkan Kota Padang sendiri karena banyak daerah Sumbar yang berada di pesisir pantai. Tidak mudah hari ini membangun perekonomian Sumbar ditengah bencana wabah yg melanda, ditambah lagi dengan keterbatasan sumber daya alam Sumbar.
Tapi hal-hal positif yang dilakukan Mahyeldi-audi tersebut dianggap biasa saja oleh Sebagian orang. Tapi ketika ada sedikit kebijakan atau permasalahan yang muncul yang bisa jadi isu politik, maka hal tersebut langsung diframing dan dibesar-besarkan di media. Padahal mestinya untuk membangun Sumbar ditengah masalah dan bencana ini perlu kekompakan, sinergi dan saling membantu. Antara eksekutif dan legislatif harus saling support. Bukannya gontok-gontokan. Jiwa negarawan harus dimunculkan untuk membangun ranah Minang, bukan mengedepankan kebencian, dendam politik dan sebagainya, karena akibatnya masyarakat semakin menderita melihat ulah para elit nya, yang hanya memikirkan kepentingan politik.
Salah satu contoh nya yang terhangat adalah tentang masalah pengadaan Mobil Dinas untuk Gubernur dan Wakil Gubernur yang hari ini digoreng-goreng sampai jadi isu politik politik nasional, yang sedikit banyaknya telah mengakibatkan sentimen negatif terhadap Sumbar. Gubernur Mahyeldi dituduh tidak peka terhadap penderitaan masyarakat karena Covid, yang padahal hampir setiap hari beliau kunjungi dan sedang beliau siapkan formula untuk mengatasi dampak Covid tersebut.
Mobil dinas yang diributkan itu padahal sudah dianggarkan pada periode sebelumnya yaitu tahun 2020 sebelum Mahyeldi menang dalam Pilkada Gubernur dan dilantik sebagai Gubernur. Dan para Kandidat yang maju sebagai Gubernur waktu itu berasal dari berbagai partai politik yang ada di Sumbar seperti Nasrul Abit dari Gerindra, Mulyadi dari Demokrat, dstnya.
Lalu pembelian Mobil Dinas yang diajukan Pemprov Disahkan oleh DPRD Sumbar dalam paripurna penetapan RAPBD tahun 2021 menjadi APBD 2021. Waktu itu Tidak ada muncul/ terdengar inisiatif/usulan dari DPRD Sumbar agar adanya pembatalan atau refocusing pengadaan mobil dinas Gubernur dan Wakil Gubernur dengan alasan untuk penanganan Covid 19. Atau setidaknya penghematan/mengurangi anggaran pengadaan Mobil Dinas dari budget yg sudah ada. Karena kalau mengikuti anggaran yang sudah disahkan oleh DPRD Sumbar itu nilai mobil dinas untuk Gubernur dianggarkan skitar1.4 miliar dan Wagub sekitar 1.1 milliar. Dan memang pengadaan Mobil Dinas itu sesuai dengan UU dan PP menjadi hak Kepala Daerah dan Wakil kepala daerah.
Justru faktanya penghematan pembelian mobil dinas tersebut dilakukan oleh Gubernur Mahyeldi, melalui biro rumah tangga Gubernur yang dari budget 1.4 milliar menjadi sekitar 700 jutaan saja, alias menghemat setengah dari Anggaran yang tersedia. Padahal kita lihat banyak pejabat, kepala daerah, Gubernur, bahkan Bupati dan walikota di Indonesia yang mobil dinas barunya lebih mahal dibandingkan mobil dinas Gubernur Sumbar yang diributkan ini. Bahkan sama2 dianggarkan dan di belikan di tahun 2021 ini maupun sebelumnya, sekelas Alphard, Lexus, Land Cruiser dsbnya, tapi tidak seheboh mobil gubernur Sumbar sekelas Pajero, yang bahkan para pedagang, pengusaha, anggota DPRD bahkan ASN pun banyak yang memakainya untuk mendukung mobilitas nya.
Alasan pengadaan tersebut sebagaimana sudah disampaikan oleh Mahyeldi sendiri ataupun biro Humas Provinsi bahwa memang mobil dinas Gubernur yang sudah dipakai selama 5 tahun oleh Gubernur sebelumnya maupun 2 Pejabat Gubernur sesudah nya, jadi sudah 3 kali pindah tangan. Sudah tidak layak untuk mendukung mobilitas gubernur hari ini mengelilingi Sumatera Barat dalan rangka menjalankan tugasnya. Sumbar dengan alam yang ekstrim terkenal dengan sitinjau lauik dan kelok 44 nya, yg jika tidak didukung oleh kendaraan operasional yg sehat maka bisa membahayakan keselamatan Gubernur dan menganggu pelaksanaan tugasnya. Kadis Kominfo Sumbar Jasman Rizal dalam dialog di Padang tv sendiri menyatakan dan menyaksikan bahwa mobil dinas bekas Gubernur lama yang dipakai Mahyeldi remnya blong dan nyaris terjadi tabrakan ketika kunjungan kerja, sehingga Gubernur terpaksa meminjam mobil Kepala Dinas Pendidikan Sumbar untuk menunjang operasional nya. Dan Wakil Gubernur Audi juga beberapa bulan memakai mobil pribadinya karena mobil dinas yang lama pernah tabrakan katanya.
Faktanya pembelian mobil dinas itu sudah lebih 1 bulan yang lalu, dan baru sekarang diributkan dan dipersoalkan oleh anggota DPRD Sumbar, diawali oleh anggota partai Demokrat Nofrizon dan disambung oleh Evi Yandri dari Partai Gerindra dstnya. Mereka mengatakan Gubernur kurang peka dan peduli terhadap masyarakat yang terdampak Covid, masih melakukan pengadaan Mobil Dinas. Lalu isu itu bergulir Sampai ke media Nasional. Bahkan politisi Gerindra Andre Rosiade ikut nimbrung dengan menyatakan biar saya bawa/tunjukan ke bengkel mobilnya untuk diperbaiki.
Sementara disisi lain muncul pula fakta baru bahwa ditengah kritisisme anggota DPRD Sumbar terhadap Gubernur tersebut, viral pula di sosial media bahwa anggaran rehab rumah DPRD Sumbar dan sudah ditetapkan pemenang tender nya pada bulan Juli 2021 kemarin, dengan pagu sebesar 7.36 milyar dan HPS 6.878 miliar. Bisa kita lihat di situs LPSE Sumbar. Anggaran yang dimaksud kabarnya untuk Rehab Rumah pimpinan DPRD Sumbar/ketua DPRD Sumbar dari partai Gerindra, karena anggota dewan yg lain tidak diberikan fasilitas rumah dinas kecuali pimpinan. Kemudian ada pula biaya rehab pagar DPRD Sumbar yang mencapai 2 milliar atau 1.999 miliar lebih. Pengadaan AC Gedung Utama DPRD Sumbar dengan pagu skitar 5.4 miliar dan HPS 1.435 milliar.
Artinya jika konsisten antara perkataan dan perbuatan maka anggaran tersebut juga mestinya direfocussing untuk penanganan Covid 19, terutama rehab rumah Ketua DPRD Sumbar yang mungkin belum terlalu urgent untuk saat ini. Dimana anggaran nya hampir 10 kali lipat nilai mobil dinas Gubernur yang diributkan tersebut. Sedangkan untuk rehab pagar, AC dan sebagainya jika akan mempengaruhi kinerja anggota DPRD tentu akan lebih baik tetap dianggarkan.
Ternyata, disaat bola panas yang menghantam Mahyeldi tersebut, terlepas dari pro dan kontra yang ada, Mahyeldi bersama PKS sesuai dgn arahan Majelis Syuro nya membuat sikap dan kebijakan bahwa mobil dinas yang telah dibeli tersebut di berikan/dialihkan penggunaannya untuk penanggulangan Covid di Sumbar, yaitu diberikan pada tim satgas Covid 19 Sumbar. Mahyeldi bahkan meminta maaf atas kejadian ini, beliau memilih akan memakai mobil pribadi nya untuk menunjang mobilitas nya sebagai Gubernur. Sebagaimana yang juga di usulkan oleh Gubernur pendahulu, yg juga kader PKS Irwan Prayitno. Bahwa mobil dinas itu adalah hak Gubernur yang juga bisa ditolak oleh Gubernur jika keadaan tidak memungkinkan..
Dari sikap yang ditunjukkan oleh Mahyeldi dan PKS ini kembali membuktikan bahwa tuduhan yang dialamatkan dan diserangkan kepada Mahyeldi sebagai orang yang tidak peduli dan tidak memiliki sense of crisis pada masyarakat itu kembali dimentahkan. Beliau yang mengambil haknya untuk pengadaan mobil dinas Gubernur untuk menunjang kinerja tidak menyangka dan tidak bermaksud untuk menjadi persoalan di masyarakat. Langkah yang diambil ini akhirnya menuai pujian dari banyak pihak dan masyarakat. Karena sikap ini, yang awalnya menyerang Mahyeldi justru berbalik arah menjadi simpati. Sehingga Polemik itu menjadi berhenti.
Berikutnya perhatian publik justru mengarah pada rehab rumah dinas ketua DPRD Sumbar yang mencapai HPS 6.8 miliar dan pagu 7.36 miliar lebih itu. Apakah tidak memiliki sense of crisis juga? Tudingan yg diajukan pada Mahyeldi tentu juga dikembalikan publik kepada Supardi. Ketika ditanya oleh media, Ketua DPRD Sumbar dari Gerindra itu, menyatakan bahwa rehab itu untuk gedung dibelakang rumah dinasnya. Untuk menyambut tamu, ruang pertemuan dan lain-lain katanya. Tentu jika ditanggapi oleh publik, kalau sebatas untuk tamu kan masih banyak hotel atau tempat lain yang bisa dipakai. Pertanyaan nya, Apakah setelah Mahyeldi menyerahkan mobil dinas yg jadi kontroversi itu kepada satgas Covid 19, Rehab rumah dinas Ketua DPRD Sumbar yang menelan dana besar ini juga akan di hentikan dalam rangka refocusing anggaran dan sense of crisis? Kita lihat saja. (*)