Semenjak Wapres dilantik, Buya Ma’ruf Amin sudah sering menulis di koran Opini Kompas, salah satunya yang sempat kami baca. Beliau menulis tentang ekonomi syariah.
Begitu beliau memberikan keberfihakan akan perlunya bank syariah maju, baik secara regulasi, maupun dari sisi penyiapan SDM dan infrastruktur.
Keberadaan beliau yang mengawal tentunya perkembangan ekonomi syariah semestinya disambut lebih cepat lagi. Terutama di Sumatra Barat.
Kenapa? Karena kita adalah orang Islam. Dan tidak ada keraguan untuk melaksanakan sistem syariah.
Bersegera untuk meninggalkan sistem yang haram insyallah jauh lebih baik dibandingkan main argumentasi politik. Apalagi memperlambat proses konversi kelembagaan keuangan.
Bagi kita ketika kelembagaan yang ada convensional, seperti sebelum tahun 1980 an, maka tidak ada cara lain pilihan hanya itu.
Ketika kami inisiasi pembentukan 2 BPR awal tahun 2000 an dengan sistem syariah, pada umumnya calon pemegang saham tidak mendukung. Okelah katika itu literacy kita masih rendah.
Tapi akhirnya sekarang lumayan banyak BPR yang sudah banyak manfaatnya itu dalam proses menuju praktek syariah. Satu diantaranya yang penulis dirikan di Bukittinggi menuju BPR syariah.
Kita sebetulnya tidak saja dihadapi oleh masalah politik conversi secara kelembagaan, namun banyak hal lain yang mesti diselesaikan. Terutama pada sektor ril.
Sektor Ril UMKM kita masih perlu pembenahan, baik dari segi halal dan toyib. Ini bagian besar juga yang mesti dibenahi.
Kehadiran Konsorsium Bisnis Minangkabau (KBM) adalah menggunakan ruh dari syariah itu.
Apalagi di baliknya adalah bagaimana kemandirian bisa semakin terwujud, product yang dihasilkan oleh masyarakat setempat dilaksanakan dengan inovasi yang baik, pengerjaan secara syar’i, hulu sampai hilir.
Apalagi diperkuat “labeling” dalam bahasa manajemennya “branding”/advertisement” halal dan toyib. Dengan begitu kita akan berangsur angsur semakin banyak yang akan ikut.
Aspek lainnya adalah literacy. Sekalipun 98 persen masyarakat kita Islam, tapi banyak yang belum paham tentang arti penting syariah.
Ibarat sebuah kendaraan, maka jalan yang dituju oleh kendaraan adalah jelas. Namun kalau penumpangnya sedikit maka kendaraan akan tetap jalan, dan penumpang yang sampai ke tujuan tidak banyak.
Jika masalah syariah dan keterlambatan karena literasi rendah mari kita gencarkan dengan berbagai upaya. Tapi kalau sudah paham terus proses politik yang memperlambatnya, maka dosa makan dan bisnis haram akan menimpa banyak fihak.
Tentu kita tidak akan sanggup menanggungnya di kemudian hari.
Satukan niat yang baik bahwa ekonomi syariah itu adalah “mandatori”, dijalankan. Dan menjadi proud agama dan daerah kita Minangkabau.
Masalah kita masih perlu banyak pembenahan. Jawabannya iya. Kita mesti juga lebih banyak memperbaiki infrastruktur dan SDM.
Semoga selama bulan Ramadhan ini masalah yang berkaitan dengan sektor ril syariah, kelembagaan syariah, serta literacy syariah di Ranah Minang dipermudah oleh Allah SWT.
Sekalian menunjukkan adat kita kompatibel dengan perjuangan Wapres Buya Ma’riluf Amin. Bersinarlah praktek ekonomi syariah dari ranah minang ini. Insyallah.(*)