Padang, Babarito
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pada Pengadilan Negeri kelas IA Padang menolak eksepsi Penasihat Hukum (PH) terdakwa kasus dugaan penyelewengan dana infak Masjid Raya Sumbar, dana sisa Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), dana Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan APBD Biro Bina Mental dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, tahun anggaran 2019, yang menjerat terdakwa Yelnazi Rinto.
“Menolak eksepsi dari PH terdakwa, memerintahkan kepada penuntut umum, menghadirkan saksi kepersidangan,” kata hakim ketua sidang, Yose Ana Roslinda, didampingi hakim anggota M Takdir dan Zaleka saat membacakan amar putusan sela pada Senin (30/11).
Majelis hakim berpendapat, surat dakwaan penuntut umum sudah memenuhi syarat dan sudah lengkap, sehingganya perkara tersebut haruslah dilanjutkan. Terhadap putusan sela tersebut, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), belum dapat menghadirkan saksi kepersidangan.
“Kami minta waktu untuk menghadirkan saksi majelis, karena saksi-saksi belum kami panggil,” ujar JPU Pitria bersama tim.
Menanggapi hal tersebut, majelis hakim pun mengabulkan permintaan JPU. “Baiklah sidang ini kita tunda dan dilanjutkan kembali pada 4 Desember 2020, dengan agenda pemeriksaan saksi,” tegas hakim ketua sidang.
Sementara itu, PH terdakwa, Ade Putra cs, menghormati putusan sela tersebut.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa, terdakwa Yelnazi Rinto selaku bendahara pengeluaran pembantu pada Biro Bina Sosial Sumbar periode 2010 hingga 2019. Bendahara Masjid Raya Sumbar priode 2017. Bendahara Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan pemegang kas Panitia Hari Besar Islam (PBHI) tahun 2013-2017.
Dimana terdakwa memindahkan buku uang zakat yang ada direkening UPZ Tuah Sakato sebesar Rp375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar pada Bank Nagari Kantor Gubernur Sumbar, dengan cara memalsukan tanda tangan wakil ketua UPZ. Setelah uang tersebut masuk ke rekening, terdakwa langsung menariknya dengan menggunakan slip penarikan. Tak hanya itu, terdakwa juga memalsukan tanda tangan kepala Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar.
Selanjutnya pada 1 Mei 2018, rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar , menggunakan aplikasi Nagari Chas Management (NCM) dengan jenis ID Single User. Artinya menjalankan transaksi pemindahan buku cukup satu kali penggunaan NCM, disertai nomor handphone terdakwa.
Kemudian terdakwa mentransfer sendiri dari uang persedian dari rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, ke beberapa nomor rekening. Seolah-olah untuk membayar kegiatan Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi, sehingga total keseluruhan sebesar Rp718.370.000.
Selanjutnya uang yang ditransfer, dipindahkan atas kebeberapa nama orang lain, termasuk keterdakwa sendiri. Akan tetapi uang dengan jumlahnya besar itu, digunakan untuk membayar hutang pribadinya bukan, untuk membayar uang kegiatan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam dakwaan, setiap selesai melaksanakan shalat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya Sumbar, semua infak dan sedekah yang diterima masjid dikumpulkan oleh saksi Efilman dan diantarkan ke ruang terdakwa tanpa penghitungan. Selanjutnya uang tersebut dikumpul menurut pecahannya.
Kemudian terdakwa menyetorkan uang infak pecahan Rp20.000 ke rekening masjid, sedangkan uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, disimpan dalam brankas terdakwa, untuk membayar imam, muazin, honor garin, dan lain sebagainya. Lalu terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah.
Namun uang infak tersebut malah dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri, sehingganya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tak hanya itu, uang pemegang kas sisa dana (PHBI) Provinsi Sumbar dan penyelenggaraan shalat idul fitri dan adha dan anak yatim yang berjumlah Rp98.207.759. Habis dipergunakan untuk keperluan terdakwa sendiri.
Terungkapnya kasus tersebut, setelah ada temuan darin laporan Penghitungan Inspektorat Provinsi Sumbar tentang kerugian keuangan negara. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 2 ayat 1 jo pasal 18. Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999, tentang tindak pidana korupsi. Sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas undang RI nomor 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat (1) KUHP. (oke)