Padang, Babarito
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumbar membantah eksepsi (keberatan terhadap dakwaan), yang dibacakan oleh tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Yelnazi Rinto. Terdakwa sendiri terjerat kasus dugaan penyelewengan dana infak Masjid Raya Sumbar, dana sisa Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), dana Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan APBD Biro Bina Mental dan Kesra Setda Provinsi Sumbar tahun anggaran 2019.
Menurut JPU bahwa, surat dakwaan sudah cermat dan memenuhi syarat. “Bahwa untuk kerugian nantinya dapat dibuktikan di dalam persidangan dan JPU telah merincinya didakwaan,” kata JPU Pitria cs, saat membacakan tanggapan ekspesi PH terdakwa, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Senin (9/11).
JPU meminta kepada majelis hakim untuk, menolak eksepsi dari PH terdakwa. “Bahwa semua dakwaan JPU sudah memenuhi syarat dan meminta kepada majelis hakim untuk menolak eksepsi PH terdakwa,” ujar JPU.
Menanggapi hal tersebut sidang yang diketuai oleh, Yose Ana Roslinda yang didampingi M Takdir dan Zaleka selaku hakim anggota, menunda sidang pekan depan.
“Baiklah sidang ini kita tunda dan lanjutkan kembali pada tanggal 16 November 2020 dengan agenda putusan sela,” tegas hakim ketua sidang.
Usai sidang, terdakwa yang didampingi PH Ade Putra bersama tim, tampak ke luar dari ruang sidang, dengan dikawal dari pengawalan Kejati Sumbar.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU dijelaskan, bahwa terdakwa Yelnazi Rinto selaku bendahara pengeluaran pembantu pada biro bina sosial Sumatra Barat (Sumbar), periode 2010 hingga 2019. Bendahara Masjid Raya Sumbar priode 2017. Bendahara Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato, dan pemegang kas Panitia Hari Besar Islam (PBHI) tahun 2013-2017.
Dimana terdakwa memindahkan buku uang zakat yang ada direkening UPZ Tuah Sakato sebesar Rp375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar pada Bank Nagari Kantor Gubernur Sumbar, dengan cara memalsukan tanda tangan wakil ketua UPZ. Setelah uang tersebut masuk ke rekening, terdakwa langsung menariknya dengan menggunakan slip penarikan. Tak hanya itu, terdakwa juga memalsukan tanda tangan kepala Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar.
Selanjutnya pada tanggal 1 Mei 2018, rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar , menggunakan aplikasi Nagari Chas Management (NCM) dengan jenis ID Single User. Artinya menjalankan transaksi pemindahan buku cukup satu kali penggunaan NCM, disertai nomor handphone terdakwa.
Kemudian terdakwa mentransfer sendiri dari uang persedian dari rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, ke beberapa nomor rekening. Seolah-olah untuk membayar kegiatan Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi, sehingga total keseluruhan sebesar Rp718.370.000.
Selanjutnya uang yang ditransfer, dipindahkan atas kebeberapa nama orang lain, termasuk keterdakwa sendiri. Akan tetapi uang dengan jumlahnya besar itu, digunakan untuk membayar hutang pribadinya bukan, untuk membayar uang kegiatan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam dakwaan, setiap selesai melaksanakan shalat Jumat dan shalat lima waktu di Masjid Raya Sumbar, semua infak dan sedekah yang diterima masjid dikumpulkan oleh saksi Efilman dan diantarkan ke ruang terdakwa tanpa penghitungan. Selanjutnya uang tersebut dikumpul menurut pecahannya.
Kemudian terdakwa menyetorkan uang infak pecahan Rp20.000 ke rekening masjid, sedangkan uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, disimpan dalam brankas terdakwa, untuk membayar imam, muazin, honor garin, dan lain sebagainya.
Lalu terdakwa membuat laporan dan diumumkan kepada jamaah. Namun uang infak tersebut malah dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri, sehingganya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tak hanya itu, uang pemegang kas sisa dana (PHBI) Provinsi Sumbar dan penyelenggaraan salat idul fitri dan adha dan anak yatim yang berjumlah Rp98.207.759.
Habis dipergunakan untuk keperluan terdakwa sendiri, terungkapnya kasus tersebut, setelah ada temuan darin laporan Penghitungan inspektorat Provinsi Sumbar tentang kerugian keuangan negara.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 2 ayat 1 jo pasal 18. Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999, tentang tindak pidana korupsi. Sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas undang RI nomor 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat (1) KUHP. (oke)