Semua orang tahu bahwa Mahyeldi itu lulusan Fakultas Pertanian Univeraitas Andalas (Unand) di Padang. Beliau lulus melalui jalur tes dengan ribuan kompetitor yang ingin masuk jurusan dan Fakultus tersebut. Kata seorang senior lulusan IPB Ruslan A Gani jika lulus berdasarkan hasil ujian masuk berarti beliau cerdas dan pintar. Apalagi kampus bergensi diluar Jawa ini.
Selama kuliah Mahyeldi di samping aktivis di kampus secara akademis pertanian. Beliau juga aktivis diorganisasi ke-Islaman. Dari diskusi dengan Kakanda Alis Marajo di rumahnya mengatakan bahwa Mahyeldi juga aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sehingga waktu di kampus gayanya keseharian sudah ada nilai-nilai Islam.
Di samping kuliah Mahyeldi juga seorang guru ngaji atau guru yang mengajar anak-anak bisa baca Al Quran dan berceramah. Salah satunya beliau mengajar di masjid dekat kampus IKIP Padang. Jadi aktivitas ke-Islaman sudah melekat dalam kehidupan waktu mahasiswa.
Untuk mendalami Islam, sepengetahuan penulis bahwa Mahyeldi juga ikut kuliah keagamaan Islam di lembaga pendidikan Islam. Nah dengan nilai-nilai itu beliau melakukan aktivitas dakwah seperti berceramah, khatib dan lainnya.
Sepengetahuan penulis, awal kenal Mahyeldi tidak ada namanya dipangil buya. Yang ada hanya dipangil Bapak Mahyeldi atau penulis jika mengundang beliau mengisi materi memangil Bapak. Karena beliau memiliki ilmu keislaman yang luas, terkadang Penulis dan kawan-kawan memangilnya ustaz karena sering diundang memberi materi tentang pergerakan Islam, dan materi keislaman, dan lainnya.
Secara defakto wajar kami memangilnya ustaz karena beliau memberikan pengajaran-pengajaran atau pelatihan tentang ilmu Islam dan mengajar juga hal-hal yang menyebabkan semua paham dengan nilai Islam. Artinya pangilan ustaz buat Mahyeldi itu adalah panggilan biasa dari orang lain kebeliau, bukan beliau minta dipangil ustaz atau buya.
Sedangkan keseharian karena penulis pernah satu kepengurusan partai di tingkat wilayah, rata-rata pengurus memangil beliau Bapak atau Pak Mahyeldi bukan ustaz atau buya. Nah memang agak heran penulis kenapa akhir-akhir ini beliau dipangil buya, terkadang mikir juga penulis, dalam perjalanan waktu dari pangilan Bapak, dari pangilan ustaz, lalu dipangil buya sekarang, itulah karisma Mahyeldi yang tidak bisa ditiru.
Penulis secara pribadi tidak pernah mempermasalahkan pemangilan nama kediri karena nama Penulis sendiri Yohanes Wempi. Kalau kata orang namanya Kristen, namanya ada di alkitab, tapi karena nama pemberian orang tua, sudah tertulis di akte kelahir, di dokumen lain, ya akhirnya diteriman saja dengan ikhlas dan anggap ibadah pengabdian buat ortu.
Nah begitu juga dengan Mahyeldi, sepengetahuan Penulis tidak begitu penting baginya dipangil Bapak, Ustaz, Buya atau namanya sendiri karena nama-nama itu menurut penulis bagi beliau adalah pangilan kewenangan orang lain dan doa. Artinya adalah Mahyeldi dipangil orang lain dengan awalan tersebut bukan permintaan beliau.
Sekarang pangilan itu jadi permasalahan atau dimasalahkan orang saat masa kampanye ini berlangsung. Katanya buya dikaitkan orang dengan ucapkan politik dik ampanye Walikota dahulu karena beliau dimajukan oleh PKS menjadi Calon Gubernur Sumatra Barat. PKS secara matang, melalui pertimbangan yang dalam memutuskan beliau maju memimpin Sumbar. Walaupun ada ucapan beliau ketika kampanye jadi Wali Kota Padang yang ditafsirkan orang itu ingkar janji.
Malah seking semangatnya beberapa orang menghujat Mahyeldi sebagai orang ingkar janji. Dan akhirnya menyeret-nyeret dengan membenturkan antara pangilan buya dengan janji tersebut. Apa itu buya tapi begini, begitu. Akhirnya kata-kata buya yang dipermasalahkan.
Jadi perlu Penulis sampaikan bahwa pangilan buya itu bukan dari diri Mahyeldi datangnya tapi pangilan dari orang lain, begitu juga dengan beliau dimajukan Calon Gubernur Sumbar meninggalkan Walikota Padang juga bukan dari dirinya Mahyeldi tapi dari permintaan masyarakat melalui survey dan keputusan PKS untuk kebaikan Sumbar.
Artinya Mahyeldi maju menjalankan amanahnya masyarakat dan amanahnya PKS agar Sumbar dipimpin oleh sosok Datuk, sosok yang Hafiz Al Quraan, dan juga berpengalalaman dipemeritahan selama ini. Jadi tuntutan majunya Mahyeldi adalah memang itu calon terbaik hari ini dari calon yang baik lainnya dari PKS dan umat.
Jadi Penulis menyampaikan bahwa Mahyeldi maju bukan kehendaknya, tapi permintaan. Jika pun ada Mahyeldi janji tetap di Padang maka dengan menjadi Gubernur Sumbar akan lebih bisa membangun Padang lebih hebat lagi.
Jika Mahyeldi tidak lagi menjadi Wali Kota Padang, pengantinya pun juga sosok buya, ustaz yaitu Hendri Septa yang kapasitasnya sama juga dengan Mahyeldi dari sisi keagamaan Islam. Artinya Mahyeldi dilanjutkan oleh orang yang juga sama iman atau akhlaknya. Jika beda Iman mungkin Penulis akan oposisi melarang Pak Mahyeldi jadi Gubernur Sumbar. (Anggota DPRD Padangpariaman 2009-2014)