Padang, Babarito
Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah menjadi pemateri dalam webinar Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Ar Risalah Sumbar, Senin (31/8). Dalam webinar tersebut, tema yang diangkat yaitu, “Memasyarakatkan Ekonomi Islam di Sumbar”.
Mahyeldi yang merupakan ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sumbar mengatakan, ada beberapa pilar perkembangan ekonomi Islam. Pertama, adalah kajian ekonomi Islam itu sendiri, yang berwujud teori-teori ekonomi.
Kedua terang Mahyeldi, pendidikan yang menciptakan tenaga-tenaga profesional yang tidak saja mampu melaksanakan prinsip- prinsip ekonomi dan bisnis, tetapi juga memahami syariah. “Lebih-lebih di bidang keuangan dan perbankan, mampu melaksanakan asas-asas baik ekonomis maupun syariah,” ujar Mahyeldi.
Ketiga sebutnya, adalah perkembangan perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah (Asuransi Syariah, Wakaf dan Zakat). Keempat, adalah perkembangan bisnis di sektor riil, seperti pertanian, pertambangan, industri, perdagangan dan jasa.
Mahyeldi mengungkapkan, mayoritas (kurang lebih 95 %) penduduk Sumatera Barat adalah suku bangsa Minangkabau. Mereka dikenal sebagai masyarakat yang unik karena memadukan nilai-nilai adat (tradisi) dan nilai-nilai keagamaan (Islam) dalam kehidupan sehari-hari.
Sebutan daerah Serambi Mekah pun diberikan untuk daerah Sumatera Barat sebagai bukti masyarakat Minangkabau ini sangat kental dengan adat dan agama sejak zaman dahulu.
“Falsafah orang Minang, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), dimana syarak mangato adat mamakai dan adat yang kawi, syarak yang lazim, bukti nyata keterikatan dan keterapautan antara adat dan agama dalam kehidupan masyarakat,” ungkap Mahyeldi.
Ia mengungkapkan, sebagai masyarakat yang terbuka dengan perubahan dan pembaharuan, masyarakat Minang dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, kembali ke jati diri orang Minang ‘back to basic’ yang menganut falsafah ABS-SBK dalam menjalani kehidupan masa depan.
Kedua sebut Mahyeldi, masyarakat Minang meninggalkan jati diri sebagai orang Minang dan berpaling ke nilai-nilai budaya lain. Mukhtar Naim (2000: 5) mengemukakan orang Minang akan menemukan jati dirinya kalau jalinan antara adat dan syarak (agama) diperkuat.
“Norma dan perilaku yang terpakai harus disesuaikan dengan filosofi yang dijunjung tinggi orang Minang,” tandasnya. (pta)