Agam, Babarito
“Saya tidak ingin mewariskan pohon kelapa kepada anak cucu, saya ingin mewariskan listrik yang gemerlapan,” ujar Hj. Erma Salim, Senin (20/7).
H Samsuar Udin Dt. Batu Basa (85) dan Hj Erma Salim (83) merupakan pelaku sejarah dalam perpindahan ibu kota Kabupaten Agam dari Bukittinggi ke Lubuk Basung. Pasangan suami-istri itu bercerita ihwal sejarah perpindahan ibu kota yang diperingati setiap 19 Juli.
Dikisahkan, wacana tentang perpindahan ibu kota ke Lubuk Basung sudah bergulir sejak 1978. Saat itu, masyarakat yang berada dalam kerapatan adat dari 7 suku bersepakat untuk menjadikan Lubuk Basung sebagai ibu kota.
“Saat itu, kami menilai Lubuk Basung sudah layak untuk dijadikan ibu kota. Dan masyarakat saat itu sudah bersedia menyerahkan 40 hektare tanah untuk dijadikan pusat perkantoran,” jelas H Samsuar Udin, Dt. Batu Basa.
Masyarakat Kecamatan Lubuk Basung, terang Samsuar, berjumlah 71.000 jiwa yang menempati areal tanah seluas kurang lebih 516 km persegi, sangat mendambakan pusat pemerintahan berpindah ke Lubuk Basung.
“Sehingga pada 20 Juni 1982, kami atas nama masyarakat Kecamatan Lubuk Basung, membuat surat pernyataan kesediaan menyerahkan tanah yang dibutuhkan pemerintah,” kenang Samsuar yang saat itu menjabat sebagai Kepala P & K Lubukbasung.
Ia menerangkan, pernyataan tersebut merupakan perwujudan hasrat dari masyarakat Lubuk Basung semenjak puluhan tahun silam. Bahkan dikatakan, masyarakat Lubuk Basung saat itu bersedia sepenuhnya membantu dalam menyukseskan Lubuk Basung sebagai ibu kota.
Awalnya, sebut Hj Erma Salim, masyarakat Lubuk Basung belum satu suara soal penyerahan tanah. Namun, setelah dilakukan diskusi yang cukup panjang, sejumlah masyarakat di tujuh suku sepakat menghibahkan tanah untuk pembangunan pemerintah.
Dari kurun 1982 hingga 1992, dikebut pembangunan sejumlah perkantoran, seperti pembangunan kantor bupati, kantor kejaksaan, kantor pengadilan, serta sejumlah kantor instansi yang diperlukan.
“Selain memiliki tanah yang cukup, syarat agar bisa menjadi ibu kota adalah adanya bangunan sebagai tempat bupati, tempat kejaksaan, kantor pengadilan, dan yang lain-lain itu,” tukas Samsuar.
Ia menjelaskan, pada saat itu, Kecamatan Lubuk Basung mendapat dukungan dari sejumlah kecamatan yang lain, seperti Kecamatan Mutiara dan Kecamatan Tanjung Raya.
“Tiku , Maninjau saat itu mendukung perpindahan ibu kota. Dulunya daerah Baso juga berkeinginan menjadi ibu kota,” tandasnya.
Desas-desus perpindahan ibu kota sudah terdengar oleh sejumlah masyarakat di Lubuk Basung. Konon, tersebutlah Kecamatan Lubuk Basung sebagai calon terkuat untuk dijadikan ibu kota.
“Setelah proses cukup panjang, barulah pada tahun 1993, secara resmi Lubuk Basung jadi ibu kota Agam,” bebernya.
Disebutkan, setidaknya ada 19 orang pentolan yang berjasa dalam perpindahan ibu kota. 19 orang tersebut terdiri anggota dewan, kepala sekolah, pegawai pengadilan agama, pegawai agraria, hakim agung dan sejumlah ninik mamak.
“Yang paling kuat berjuang adalah Dt. Bandaro Putiah (alm). Itu yang paling aktif, juga ada Zukri Anwar BA, Prof.Dr. Agustiar Syahnur MA (alm), Rektor Universitas Bung Hatta, Firdaus Khairani, SH saat itu Hakim Agung,” ungkapnya.
Dimata masyarakat Agam saat itu, khususnya di Lubuk Basung, H. Samsuar Udin Dt. Batu Basa dan Hj. Erma Salim termasuk sosok yang ”ditinggian sarantiang dan didahulukan selangkah”.
Dikatakan, sejumlah pembangunan dimasa itu diinisiasi oleh mereka. Diceritakan soal pembangunan jalan raya Gajah Mada, dirinya salah seorang yang dipercaya Bupati Agam saat itu, M. Nur Syafe’i (alm) untuk menjadi negosiator pembebasan lahan.
“Mudah saja caranya, dalam berbuat itu harus kita dulu yang terjun ke lapangan, misal seperti pembangunan jalan ini, saya orang pertama yang merobohkan pagar rumah sendiri, dan akhirnya yang lain jadi mengikuti,” ungkapnya.
Bahkan, Hj. Erma Salim menjadi satu-satunya anggota DPRD Agam yang ditunjuk langsung oleh kepala daerah. Dirinya ditunjuk karena pengabdiannya yang tanpa batas.
“Dulu urus ini urus itu uang beli beras kami yang kami pakai. Setiap kali bupati datang dari Bukittinggi selalu kami yang menyambut, saya selalu ditunjuk jadi protokoler,” katanya.
Pada 19 Juli 2007, Bupati Agam, Aristo Munandar bersama Ketua DPRD Agam, Yandril memberikan penghargaan atas jasa H. Samsuar Udin Dt. Batu Basa dan Hj. Erma Salim dalam mensukseskan kepindahan ibu kota Kabupaten Agam ke Lubuk Basung,
“Perhargaan dari bupati itu kami bingkai bagus-bagus, digantung. Hanya itu saksi bisu yang tertinggal saat ini,” sebutnya. (*/pta)