Padang, Babarito
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, menolak eksepsi (keberatan surat dakwaan) yang diajukan oleh Penasihat Hukum (PH) dari Muzni Zakaria yang merupakan Bupati nonaktif Solok Selatan. Terdakwa terjerat kasus dugaan penerimaan uang dari bos PT Dempo terkait dua proyek di Kabupaten Solok Selatan.
Menurut majelis hakim, eksepsi dari PH terdakwa, materinya telah masuk pada pokok perkara. “Karena telah masuk pada pokok perkara, maka eksepsinya ditolak dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus membuktikan dakwaannya dalam persidangan,” kata hakim ketua sidang Yose Rizal didampingi dua orang hakim anggota M Takdir dan Zaleka, saat membacakan putusan sela, Rabu (1/7).
Yose Rizal menambahkan, dakwaan JPU telah disusun secara cermat, tepat, dan jelas serta perkara tesebut haruslah dilanjutkan. “Menyatakan menolak eksepsi dari PH terdakwa, memerintahkan penuntut umum melanjutkan perkara ini,” tegas Yose Rizal.
Usai pembacaan sidang, majelis hakim memerintahkan JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghadirkan saksi. Namun JPU belum siap. Menanggapi hal tersebut JPU KPK, meminta waktu satu minggu dan majelis hakim pun menyetujuinya.
“Rencananya ada sekitar 26 hingga 28 orang saksi yang dihadirkan majelis hakim, namun untuk persidangan pekan depan, kita memanggil dua orang saksi dulu majelis,” ucap JPU KPK, Rikhi B M bersama tim.
Tak hanya itu, JPU KPK berencana akan melakukan persidangan dua kali dalam satu minggu, mengingat saksi yang dihadirkan cukup banyak dan memakan waktu lama dalam persidangan. Menanggapi hal tersebut majelis hakim pun tampak menyetujui hal tersebut.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim mengimbau, agar tidak ada pihak lain yang mengganggu majelis hakim saat penanganan perkara tersebut sedang berjalan.
“Jangan ganggu kami, biarkan perkara ini berjalan semestinya, dan jangan coba-coba menemui kami sedang berkerja atau menghubungi Makamah Agung (MA) RI terkait perkara ini. Semua berdasarkan fakta dipersidangan, salah ya salah, benar ya benar,” ucap hakim ketua sidang.
Usai sidang terdakwa yang didampingi PH David Fernando bersama tim, langsung keluar dari ruang sidang. Terdakwa yang memakai baju batik tampak tidak mau berkomentar saat awak media mewawancarainya. Tak beberapa lama, terdakwa yang dikawal polisi menaiki mobil tahanan Polda Sumbar menuju Lembaga Pemasyarakatan (LP) Muara Padang.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dijelaskan, terdakwa Muzni Zakaria, didakwa JPU KPK menerima uang dan barang yang secara keseluruhannya Rp375.000.000. Dimana pemberian tersebut, terkait dengan pembangunan Masjid Agung Solok dan jembatan Ambayan di Kabupaten Selatan tahun anggaran 2018 kepada M Yamin Kahar. Dimana perbuatan terdakwa, bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati Solok Selatan.
Pada bulan Januari tahun 2018 terdakwa Muzni Zakaria, mendatangi rumah M Yamin Kahar (berkas terpisah), yang merupakan bos PT Dempo Grup di Lubuk Gading Permai V, Jalan Adinegoro, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.
Dalam pertemuan tersebut, terdakwa menawarkan paket pengerjaan kepada M Yamin Kahar dengan pagu anggaran Rp55 miliar, dan M Yamin Kahar menyanggupi. Proyek pengerjaan melalui sistem lelang. Saat mengikuti lelang tersebut, M Yamin Kahar pun menang.
Dimana sebelum proses lelang dilakukan, orang kepercayaan M Yamin Kahar disuruh berkoordinasi dengan Hanif selaku Kepala Pengerjaan Umum (PU) Kabupaten Solok Selatan. Namun proyek tersebut,tidak dikerjakan oleh PT Dempo, tapi dikerjakan oleh perusahaan lain, karena PT Dempo mencari perusahan lain.
Terdakwa Muzni Zakaria memerintah kepala PU untuk meminta uang kepada orang kepercayaan M Yamin Kahar yang bernama Suhand Dana Peribadi alias Wanda, dan menstransfer uang sebesar Rp100 juta, ke rekening Nasrijal.
Setelah dana cair, uang tersebut dibagikan kepada istri terdakwa sebesar Rp60 juta dan dibagikan ke Bagian protokol Pemerintah Kabupaten Solok Selatan sebesar Rp25 juta guna THR, Rp15 juta untuk kepentingan terdakwa, Rp10 juta untuk sumbangan turnamen, dan Rp5 juta untuk pembiayaan kegiatan MoU.
Selain itu, terdakwa pun juga kembali menerima uang dari M Yamin Kahar, dengan rincian Rp2 miliar, Rp1 miliar, Rp200 juta. Uang yang diterimanya dilakukan secara bertahap dan uang tersebut digunakan untuk rumah di Jakarta. Tak hanya itu, terdakwa meminta kepada M Yamin Kahar untuk dibelikan karpet masjid, di toko karpet, Jalan Hiligo, Kota Padang senilai Rp50 juta.
Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pasal 12 huruf b Undang-Undang huruf b, Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 64 ayat 1 KUHP. (oke)