Oleh Taufik Ismed (Pemerhati Sosial Politik)
Pemerintah Presiden Erdogan telah mengembalikan bangunan megah Haghia Sophia menjadi tempat ibadah umat Islam. Keputusan ini adalah salah satu perjalanan sejarah bangunan tersebut.
Sebelumnya Haghia Sophia diputuskan menjadi museum oleh pemerintahan sekuler Mustafa Kemal. Berdasarkan Dekrit Kabinet Turki tahun 1934, ummat Islam kehilangan simbol kemenangan Sultan Muhammad Alfatih, sang penakluk Konstatinopel.
Dekrit kabinet tersebut dinyatakan inkonstitusional oleh Pengadilan Tinggi Turki. Karena nyatanya Haghia Sophia adalah murni milik Sultan Alfatih. Alfatih telah membeli dengan uang pribadinya. Artinya Haghia Sophia adalah milik pribadi Sultan Alfatih. Lalu ia mewakafkan gedung tersebut untuk dijadikan tempat ibadah umat Islam. Berdasarkan hukum wakaf, benda yang diwakafkan harus sesuai difungsikan sesuai keinginan wakifnya. Jelas sekali Mustafa Kemal telah melanggar hal tersebut. Melanggar konstitusi dan syariat Islam.
Keputusan pemerintahan Erdogan ini membuat pemerintah asing mengap-mengap. Mereka khawatir nilai sejarah pada Haghia Sophia akan lenyap. Namun dengan lantang dijawab oleh Turki. Mereka meyakinkan bahwa ummat Islam bukanlah ummat yang suka menghancurkan kebudayaan dan sejarah. Berbeda dengan negera lain seperti Portugis dan Spanyol yang menghancurkan masjid ketika menaklukan ummat Islam. Atau pasukan tentara Salib yang menjarah aset Haghia Sophia saat menaklukkan Kota Istanbul tahun 1204.
Kritikan pemerintah asing seperti Amerika Serikat tersebut tak dianggap sebagai kepedulian pada kebudayaan dunia. Melainkan keinginan mereka untuk ikut campur pada urusan Turki dan ummat Islam. Erdogan dengan tegas meminta AS untuk tidak ikut campur. Ia juga menyarankan AS untuk mengurus urusan mereka saja. Banyak masalah seperti islamofobia, anti-semitisme, rasisme, dan xenofobia di AS. (*)