Oleh: Sari Izhati (Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas)
Persoalan sampah memang tidak ada habisnya. Selagi manusia memproduksi kebutuhannya, sampah akan ada secara bersamaan dan itu tergantung manusia tersebut, bijak atau tidak dalam mengelola sampahnya. Plastik menjadi salah satu jenis sampah yang difokuskan beberapa negara di dunia saat ini. Sulitnya plastik terurai yang membutuhkan waktu antara 20 sampai 500 tahun, menjadi momok bagi beberapa negara termasuk Indonesia. Sampah plastik dapat merusak tanah, air, laut bahkan udara. Dilansir dari BBC Indonesia, sekitar 180 spesies hewan laut didokumentasikan mengonsumsi plastik baik itu plankton sampai paus raksasa.
Dikutip dari Kompas.id, Indonesia menjadi penghasil sampah terbesar kedua di dunia setelah China. Menurut McKinsey and Co and Ocean Conservancy, perharinya produksi sampah plastik di Indonesia dapat mencapai 175.000 ton. Diperkirakan dalam satu tahun sampah plastik di Indonesia dapat mencapai 63,9 juta ton. Bisa dibayangkan betapa tingginya gunung sampah plastik di Indonesia ditambah rusaknya kelestarian lingkungan.
Beberapa negara di dunia seperti Uganda, Somalia, Rwanda, Botswana, Kenya dan Ethiopia telah melarang dan memberlakukan pelanggaran bagi pengguna plastik, mereka berhasil dan terus berusaha menuruti aturan yang diberlakukan. Melihat dari situasi tersebut, Indonesia juga terus menggencarkan pengurangan penggunaan kantong plastik dengan mengontrol konsumsi plastik melalui cukai senilai Rp 200 per lembarnya. Efektifkah?
Kebijakan ini direncanakan pada pertengahan 2019 namun penerapannya masih simpang siur. Beberapa gerai ritel modern masih memberikan kantong plastik secara gratis pada pelanggannya. Ditambah lagi kebijakan ini belum berlaku pada pasar tradisional. Nampaknya perkiraan konsumsi plastik dengan cukai plastik turun 25% sampai 30% masih menjadi angan-angan semata.
Kesadaran akan bahaya penggunaan plastik yang tidak bijak memang perlu ditumbuhkan pada masyarakat Indonesia. Jika hanya mengandalkan aturan dari kementerian saja masyarakat Indonesia sebagai warga negara yang cenderung gemar melanggar tak akan mampu menurunkan angka penggunaan plastik tersebut.
Aturan ini juga akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Masyarakat cenderung tidak menerima biaya tambahan apalagi hanya untuk selembar kantong plastik. Penerapan cukai plastik juga harus disertai dengan edukasi kepada masyarakat mengenai tata kelola sampah. Jika mekanismenya tidak tepat, hal ini dapat berdampak pada kerugian konsumen dan penurunan ekonomi.
Pengelolaan sampah kini mudah diakses oleh masyarakat Indonesia. Selain mengolah sampah plastik atau sampah lainnya menjadi barang baru dan berguna, masyarakat juga dapat menjualnya pada Bank Sampah terdekat maupun online pada beberapa penyedia jasa seperti Mountrash denggan syarat sudah dipilah. Hal ini tentu membantu mengurangi sampah dan pencemaran lingkungan dan menambah pendapatan dimasa pandemi ini.
Kesadaran individu sangat mempengaruhi suksesnya indonesia bebas dari sampah plastik. Setiap orang bertanggung jawab akan sampahnya dan penurunan sampah plastik bukan lagi sekedar ucapan bahkan dengan terjaganya lingkungan alam akan memberi lebih.