Padang, Babarito
Majelis hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Padang menjatuhkan hukuman pidana kepada Wakil Bupati (Wabup) Pesisir Selatan (Pesel) Yul Anwar terkait kasus pengrusakan hutan lindung dan penimbunan hutan bakau (mangrove) di Kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI, Pesisir Selatan.
Majelis hakim berpendapat, terdakwa tidak terbukti melanggar bersalah melanggar pasal 98 tentang izin lingkungan, membuat kegiatan usaha tanpa izin lingkungan. Mendengar putusan tersebut, langsung disambut oleh para simpatisan dengan bersorak, dan bertakbir serta menangis. Keluarga terdakwa Yul Anwar yang hadir saat itu saling berpelukan.
Namun putusan tersebut, tidak berhenti sampai di sana saja. Majelis hakim meminta kepada pengunjung sidang, untuk diam, karena putusan belum selesai. “Mohon diam, kepada para pengunjung, putusan belum selesai dibacakan,” tegas hakim ketua sidang, Gutiarso didampingi hakim anggota Agus Komarudin beranggotakan Khairuddin, Jumat (13/3).
Para polisi yang berjaga di ruang sidang, juga ikut menenangkan para pengujung sidang. Pada akhirnya putusan, terdakwa Rusma Yul Anwar dinilai bersalah dan melanggar pasal 109 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terdakwa divonis pidana penjara selama satu tahun, denda Rp1 miliar dan subsider 3 bulan.
Mendengarkan putusan dari majelis hakim, terdakwa pun langsung, mengajukan banding. “Saya banding majelis hakim,” ujar terdakwa.
Sedangkan tim Penasihat Hukum (PH) Vino Oktavia, mengaku pikir-pikir. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan, juga pikir-pikir. Usai sidang, terdakwa meninggalkan ruang sidang, dan menuju ke ruangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Kelas IA Padang guna mengajukan banding.
Menurut Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Vino Oktavia. Alasan terdakwa Rusma Yul Anwar mengajukan banding adalah tidak menerima putusan majelis hakim. “Terdakwa memutuskan untuk banding, makanya tidak menerima putusan tersebut. Kita akan, menyiapkan segala sesuatunya untuk banding. Namanya memori banding,” kata PH terdakwa kepada awak media.
Lebih lanjut dijelaskannya, dakwaan JPU ini, membuat PH terdakwa terkejut. Pasalnya dakwaaan JPU adalah kegiatan terdakwa wajib Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
“Ternyata hakim memiliki pendapat sendiri, hakim mengatakan wajib amdal. Jadi pertimbangan dan keputusan hakim berbeda dengan surat dakwaan JPU. Makanya kita tidak pernah melakukan pembelaan dengan amdal. Hakim berpendapat sendiri, wajib amdal katanya, karena berada di kawasan hutan lindung,” imbuhnya.
Sementara itu Kasi pidana umum (kasipidum) Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan, Hafiz Kurniawan mengatakan, untuk terdakwa tidak dilakukan penahanan usai sidang vonis ditentukan. Dalam putusan hakim juga tidak memerintahkan JPU untuk segera melakukan penahanan.
“Karena sebelumnya, dalam penyelidikan dan penyidikan kita tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa. Dan dalam putusannya, tidak memerintahkan ke kami selaku JPU untuk segera melakukan penahanan terhadap terdakwa,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya akan menunggu putusan banding dari Pengadilan Tinggi (PT). Sebelumnya, terdakwa dituntut dengan hukuman pidana penjara selama empat tahun. Tidak hanya itu, terdakwa diwajibkan membayar denda Rp5 miliyar dan subsider 12 bulan kurungan.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, kejadian ini bermula pada Mei tahun 2016 hingga 2017. Terdakwa membeli sebidang tanah pada seluas tiga hektare, pada tahun 2016. Dua bulan kemudian dimulailah pembangunan di kawasan Mandeh dan pelebaran jalan serta perairan laut, dari satu meter menjadi empat meter, yang panjangnya sekitar tiga puluh meter.
Terdakwa telah memerintahkan seseorang untuk meratakan bukit, dengan tujuan pendirian penginapan. Dimana terdapat dua lokasi pengerusakan mangrove. Pertama ukuran dengan panjang 12 meter dan lebar 75 meter. Dan kedua dengan ukuran panjang 75 meter dan lebar 12 meter, pada bukit yang diratakan yang telah berdiri empat bangunan.
Di lokasi tersebut, sudah dibuat fasilitas jalan dan pembangunan perumahan. Dimana aktifitas berdampak dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data lapangan dan citra satelit, kerusakan yang ditimbulkan yakninya matinya mangrove saat pelebaran sungai, seluas 3.029 meter atau luas 0,3 hektare.
Pelebaran sungai dititik lain mengakibatkan rusaknya hutan. Kemudian hutan mangrove ditimbun tanah seluas 0,39 meter. Sehingga total luas hutan mangrove yang rusak sekitar 7.900 ataut 0,79 hektar.
Bahwa terdakwa melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan di areal perbukitan. Dimulai dari pembukaan lahan, pembuatan jalan menuju bukit, serta pemerataan bukit. Perbuatan terdakwa melanggar pasal 98 UU RI No 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pasal 109 UU RI Nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan penglolaan lingkungan hiudup. (oke)