Padang, Babarito
Majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Padang batal membacakan putusan terhadap Wakil Bupati (Wabup) Pesisir Selatan (Pesel), Rusma Yul Anwar yang terjerat kasus dugaan kerusakan mangrove di kawasan Mandeh, Kabupaten Pessel, Sumatra Barat (Sumbar) pada beberapa waktu lalu.
Menurut majelis hakim, putusan yang harusnya disampaikan Senin (2/3), tak dapat dibacakan karena majelis hakim belum selesai bermusyawarah.
“Karena belum selesai bermusyawarah, maka putusan ini tidak dapat dibacakan. Untuk itu sidang ini kita lanjutkan kembali pada 13 Maret 2020,” tegas majelis hakim yang diketuai Gutiarso didampingi hakim anggota Agus Komarudin dan Khairuddin.
Usai menjalani sidang, terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Sutomo, Poniman, dan Vino serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harry Saputra, meninggalkan ruang sidang. Dari pantauan awak media, pengunjung tampak banyak memadati ruang sidang. Tak hanya itu, juga terlihat polisi dan polwan yang mengawal proses persidangan
Pada saat dilakukan wawancara, JPU mengaku tidak ada masalah terkait penundaan sidang. “Ya mungkin perlu pertimbangan yang matang, makanya sidang ditunda,” tukasnya.
Ketua tim PH terdakwa, Sutomo mengatakan bahwa ia menghormati putusan hakim. “Kita menghormati putusan majelis hakim, karena putusannya belum selesai,” tukasnya.
Dalam tuntutan JPU disebutkan, Rusma Yul Anwar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perusakan mangrove. Sehingga dituntut selama 4 tahun, denda Rp5 miliar dan subsider 12 bulan.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, kejadian ini bermula pada Mei tahun 2016 hingga 2017, terdakwa membeli sebidang tanah pada seluas tiga hektare pada tahun 2016. Dua bulan kemudian dimulailah pembangunan di kasawan Mandeh dan pelebaran jalan serta perairan laut, dari satu meter menjadi empat meter, yang panjangnya sekitar tiga puluh meter.
Terdakwa telah memerintahkan seseorang untuk meratakan bukit, dengan tujuan pendirian penginapan. Dimana terdapat dua lokasi pengerusakan mangrove. Pertama ukuran dengan panjang 12 meter dan lebar 75 meter. Dan kedua dengan ukuran panjang 75 meter dan lebar 12 meter, pada bukit yang diratakan yang telah berdiri empat bangunan.
Di lokasi tersebut, sudah dibuat fasilitas jalan dan pembangunan perumahan. Dimana aktifitas berdampak dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data lapangan dan citra satelit, kerusakan yang ditimbulkan yakninya matinya mangrove saat pelebaran sungai, seluas 3.029 meter atau luas 0,3 hektare.
Pelebaran sungai dititik lain mengakibatkan rusaknya hutan. Kemudian hutan mangrove ditimbun tanah seluas 0,39 meter. Sehingga total luas hutan mangrove yang rusak sekitar 7.900 ataut 0,79 hektare.
Bahwa terdakwa melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan diareal perbukitan. Dimulai dari pembukaan lahan, pembuatan jalan menuju bukit, serta pemerataan bukit. Perbuatan terdakwa melanggar pasal 98 UU RI No 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pasal 109 UU RI Nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan penglolaan lingkungan hiudup. (oke)