Padang, Babarito
Mantan kepala BPBD Pasaman, M Sayuti Pohan dan mantan bendahara BPBD Pasaman, Alias dinilai bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasaman. Dalam sidang kasus dugaan penyimpangan dana proyek, pasca bencana alam tahun 2016, kedua terdakwa dituntut berbeda oleh JPU.
“Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa, M Sayuti Pohan dengan hukuman pidana penjara selama lima tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar ditahan. Denda sebesar Rp200 juta, subsider satu tahun,” kata JPU Therry bersama tim, saat membacakan amar tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, Rabu (18/3).
JPU berpendapat perbuatan terdakwa melanggar pasal 2 ayat (2) jo 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke (1) dan ditambah undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
“Hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa, bertentangan dengan program pemerintah, dalam memberantas tindak pidana korupsi. Hal-hal yang meringankan terdakwa, telah mengungkap permasalahan terkait pekerjaan, di dinas BPBD baik dalam penyidikkan maupun dalam tuntutan,”ujarnya.
Sementara itu, terdakwa Alias juga dinilai bersalah oleh JPU. Dalam sidang tersebut, terdakwa dituntut dengan hukuman pidana selama enam tahun penjara, dikurangai selama berada dalam tahanan, dengan perintah agar ditahan. Tak hanya itu, terdakwa Alias juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp200 juta dan subsider 2 tahun kurungan penjara.
“Hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak mengerjakan pekerjaan sesuai dengan fakta integritas, sehingga mengakibatkan kerugian negara. Terdakwa Alias memberikan keterangan berbelit-belit di dalam persidangan dan tidak mengakui perbuatannya,” tambahannya.
Sedangkan pasal yang dikenakan, sama dengan terdakwa M.Sayuti Pohan. Usai mendengarkan tuntutan dari JPU, kedua terdakwa yang didampingi oleh Penasihat Hukum (PH) Putri Deyesi Rizki, akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi).
“Atas tuntutan JPU, kami akan mengajukan pleidoi, untuk itu kami minta diberikan waktu,”imbuhnya.
Sidang yang diketuai oleh Fauzi Isra dengan didampingi M Takdir dan Zaleka masing-masing selaku hakim anggota mengabulkan permintaan PH terdakwa. “Baiklah sidang ini dilanjutkan kembali, tanggal 26 Maret 2020, sidang ditutup,” tegasnya.
Usai sidang, kedua terdakwa yang keluar dari ruang sidang, tampak saling berpelukkan dengan keluarga dan menangis. Usai melepaskan rasa rindu, kedua terdakwa digiring, ke rumah tahanan (rutan) Anak Air, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, dengan pengawalan kepolisian dan kejaksaan.
Dalam dakwaan JPU disebutkan bahwa, pada 8 Februari 2016, Pj Bupati Pasaman Syofyan menanda tangani surat pernyataan keadaan darurat, yang menyatakan telah terjadi banjir dibeberapa kecamatan di Kabupaten Pasaman. Adapun yang dilanda banjir yakninya Kecamatan Gelugur, Kecamatan Rao Selatan, Kecamatan Panti, Kecamatan Padang Marapat, dan Lubuk Sikaping.
Kemudian pada 25 Februari 2016, Bupati Pasaman Yusuf Lubis, menanda tangani surat permohonan Dana Siap Pakai (DSP), untuk penanganan banjir dibeberapa kecamatan, di Kabupaten Pasaman. Dimana surat tersebut, ditujukan kepada Badan Penanggulangan Bencana cq.deputi bidang penanganan darurat.
Lalu pada tanggal 13 Mei 2016, diterimalah DSD melalui rekening BPBD Pasaman pada BRI cabang, Lubuk Sikaping, sebesar Rp6.103.410.500.00 untuk 10 kegiatan. Dimana kegiatan tersebut telah disetujui oleh terdakwa M.Sayuti, yang saat itu selaku kepala BPBD Pasaman.
Selanjutnya, terdakwa bersama rekannya menunjuk CV.Swara Mandiri, untuk mengerjakan proyek tersebut. Kemudian saksi Rizalwin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Arwinsyah pengawas lapangan, membuat laporan proyek pengerjaan. Namun laporan tersebut, tidak sesuai dan dimanipulasi.
Hal ini terungkap saat tim PHO (serah terima pekerjaan), pada tanggal 4 Agustus 2016, turun kelapangan, dan dilihat perkerjaan belum dilaksanakan. Akibat perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp773.150.162.00.
Tak hanya itu, terdakwa juga melanggar pasal 2 ayat (2) jo pasal 18 undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan undang-udang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1. Subsider pasal 3 jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.
Pada tahun 2019 lalu, perkara ini pernah disidangkan yang mana saat itu menjerat tiga orang terdakwa. Ketiga ini adalah terdakwa Arwinsyah selaku pengawas lapangan bersama dengan terdakwa Rizalwin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ferizal selaku ketua tim PHO. Ketiga dinyatakan bersalah oleh majelis hakim pengadilan.
Para terdakwa masing-masing divonis, empat tahun kurungan penjara. Dimana putusan tersebut diucapkan oleh hakim ketua sidang Yose Rizal beranggotakan M. Takdir dan Perry Desmarera. (oke)