Oleh : Mulyadi Muslim, Lc. MA
(Sekretaris Umum MUI Kota Padang dan Sekretaris Dikdasmen Muhammadiyah Kota Padang)
“Dar ul mafasid muqaddam ala jalb al mashalih (mencegah kerusakan lebih prioritas dari keinginan mendapatkan manfaat)”
Ketika belajar kaidah fikih dulu di semester empat, banyak kawan-kawan yang mempertanyakan kaidah fikih di atas, termasuk saya sendiri. Karena hampir semua kaidah fikih baik yang asal ataupun turunannya selalu berorientasi kepada manfaat, baik secara zhohir ataupun tersirat dalam kerangka penerapan maqashid syariah.
Namun kaidah ini seakan kontradiktif, karena makna dari kaidah ini orientasinya bukan kemaslahatan dan kebaikan ataupun pahala, tetapi menghindari atau menolak dan mencegah terjadinya kerusakan atau mudharat.
Orang yang tidak memahami konsep kaidah fikih dan apakah lagi tidak pernah mempelajarinya, memang akan sulit menerima penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi peristiwa munculnya virus covid_19 semoga bisa menjadi contoh yang mudah dipahami.
Rumusannya adalah; pertama, tujuan syariat ditetapkan oleh Allah adalah untuk kemaslahatan manusia baik di dunia ataupun akhirat. Kemaslahatan yang diinginkan syariat tersebut mencakup lima hal yang sangat urgent, yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta.
Kedua, tidak ada perintah, larangan ataupun anjuran dari Allah dan Rasul-Nya kecuali untuk merealisasikan tujuan di atas. Contoh sholat diwajibkan dalam rangka menegakkan agama, pembunuhan dilarang dalam rangka menjaga jiwa, minuman yang memabukkan diharamkan dalam rangka menjaga akal dan seterusnya.
Ketiga, hari ini mewabah virus Covid-19 yang mengancam jiwa manusia, maka rekomendasinya adalah tidak keluar rumah, supaya tidak tertular. Disinilah terjadi ‘benturan’, mana yang lebih diprioritaskan?, apakah perintah Allah menjalankan ibadah di masjid atau mengisolasi diri di rumah? Jika yang ditonjolkan adalah semangat beragama, maka sekaranglah saatnya mendekat dan mengadu kepada Allah memakmurkan masjid (rumah Allah). Atau kalau pakai pendekatan aqidah, kematian itu pasti, takdir Allah yang akan berlaku, bagaimanapun ikhtiar kita, pasti takdir Allah juga yang berlaku dan seterusnya.
Disinilah terasa urgent memahami dan mendalami kaidah fikih, karena dalam beragama tidak boleh asal semangat, egois dan mencari keutamaan ibadah semata. Urusan takdir milik Allah, ikhtiar adalah kaplingnya manusia, maka mencegah terjadinya mudarat yang lebih besar dari sekedar mencari manfaat dan pahala adalah logika ikhtiar yang diajarkan oleh kaidah fikih.
Jika ada orang yang tetap ngotot shalat berjamaah di masjid atau shalat Jumat, mungkin dia punya imunitas kuat, sehingga dia bisa survive, tetapi bisa jadi dia yang jadi penyebab penularan virus ke orang lain. Maka yang akan terjadi adalah mudharat yang lebih besar dari sekedar manfaat pribadi dan pahala. Menjaga jiwa supaya tetap sehat juga perintah Agama. Mari amalkan fatwa ulama, beramal dengan semangat keilmuan. (abd)