Padang, Babarito
Wakil Bupati (Wabup) Pesisir Selatan (Pesel) Rusma Yul Anwar, membacakan pembelaan (pleidoi) pribadinya di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Rabu (12/2).
Pembacaan pleidoi tersebut, terkait kasus yang menimpanya berupa dugaan kerusakan mangrove di kawasan Mandeh, Kabupaten Pessel, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).
Dihadapan majelis hakim, Rusma Yul Anwar, memohon agar dibebaskan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), karena semua dakwaan yang didakwakan kepada dirinya dinilai tidak didukung fakta dan alat bukti yang kuat.
“Namun, saya yakin yang mulia majelis hakim akan memutuskan suatu perkara bukan berdasarkan hasrat dan keinginan dari si pelapor saja. Namun juga berdasarkan fakta dan tidak berdasarkan hasrat si pelapor,” katanya.
Rusma Yul Anwar menjelaskan dalam pleidoinya, untuk menghitung tingkat kerusakan mangrove. Saksi ahli yang dihadirkan JPU untuk menentukan tingkat kerusakan mangrove dengan dasar Permen Lh No. 201 tahun 2004 melanggar etika berfikir logis. Sehingga pernyataannya sesuai dengan fakta persidangan tidak dapat diterima dengan akal sehat.
Larangan yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup (LH) Pessel melampaui batas kewenangannya. Sementara dinas LH mengetahui hal ini atau pura-pura tidak tau bahwa AMDAL Kawasan Wisata Mandeh diajukan oleh Pemprov Sumbar ke Kementrian terkait.
Hal itu, sesuai dengan UU No 32 tahun 2009 pasal 34 ayat 2 yang menyatakan Gubernur atau Bupati/Walikota menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi UKL/UPL.
“Saya mengetahui pasti pada tahun 2016 Peraturan Bupati maupun Peraturan Gubernur tentang Penetapan Jenis Usaha dan kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL/UPL belum ada izin lingkungan belum tentu menjadi kewajiban saya,” ungkapnya.
Hal ini sesuai dengan fakta persidangan, yang disampaikan oleh ahli dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, Mardianto.
Dalam tuntutan JPU disebutkan, Rusma Yul Anwar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perusakan mangrove. Sehingga dituntut selama 4 tahun, denda Rp 5 miliar dan subsider 12 bulan.
“Adapun keyakinan JPU, berdasarkan keterangan saksi ahli DR. Nyoto Santoso baik yang tertulis dalam BAP, maupun yang disampaikan dalam persidangan sangat menciderai akal sehat, ketika dia menghitung tingkat kerusakan mangrove itu 100 persen. Sementara dia, mengakui lahan yang utuh dan lahan yang rusak itu merupakan satu kesatuan kawasan,” ujarnya.
Pada hal, luas areal mangrove kawasan saat itu, adalah 2,24 hektare. Berdasarkan Citra Satelite yang diunduh pada Perangkat Lunak (Software) Google Earth tanggal 25 Februari 2015 dan tanggal 30 Desember 2014.
Dihadapan majelis hakim, Rusma Yul Anwar, meminta agar diberikan keadilan. “Sesungguhnya, saya tidak pernah memiliki niat sama sekali untuk melakukan perusakan lingkungan seperti yang dituduhkan kepada saya,” ujarnya.
“Semua yang telah saya kerjakan semata-mata hanya didorong oleh suatu keinginan bagaimana destinasi wisata di kawasan Mandeh, agar bisa berkembang lebih cepat lagi dan memberi manfaat khusus kepada masyarakat disekitarnya, maupun masyarakat Pessel pada umumnya,” imbuhnya.
Sidang yang diketuai Gutiarso beranggotakan Agus Komarudin dan Khairudin, menunda sidang pekan depan.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, kejadian ini bermula pada Mei tahun 2016 hingga 2017.
Terdakwa membeli sebidang tanah pada seluas tiga hektar, pada tahun 2016. Dua bulan kemudian dimulailah pembangunan di kawasan Mandeh dan pelebaran jalan serta perairan laut, dari satu meter menjadi empat meter, yang panjangnya sekitar tiga puluh meter.
Terdakwa telah memerintahkan seseorang untuk meratakan bukit, dengan tujuan pendirian penginapan. Dimana terdapat dua lokasi pengerusakan mangrove. Pertama ukuran dengan panjang 12 meter dan lebar 75 meter. Dan kedua dengan ukuran panjang 75 meter dan lebar 12 meter, pada bukit yang diratakan yang telah berdiri empat bangunan.
Dilokasi tersebut, sudah dibuat fasilitas jalan dan pembangunan perumahan. Dimana aktifitas berdampak dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data lapangan dan citra satelit, kerusakan yang ditimbulkan yakninya matinya mangrove saat pelebaran sungai, seluas 3.029 meter atau luas 0,3 hektar.
Pelebaran sungai di titik lain mengakibatkan rusaknya hutan. Kemudian hutan mangrove ditimbun tanah seluas 0,39 meter. Sehingga total luas hutan mangrove yang rusak sekitar 7.900 meter persegi atau 0,79 hektar.
Bahwa terdakwa melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan di areal perbukitan. Dimulai dari pembukaan lahan, pembuatan jalan menuju bukit, serta pemerataan bukit. Perbuatan terdakwa melanggar pasal 98 UU RI No 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pasal 109 UU RI Nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (oke)