Padang, Babarito
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di bawah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), telah mengadvokasi sejumlah kasus yang berkaitan dengan implementasi Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (PPPH).
Pasalnya saat ini beberapa kasus yang terjadi di Sumatra Barat (Sumbar) seperti di kabupaten Agam, mengambil kayu di tanah ulayat sendiri, malah dihukum dengan Undang-Undang PPPH.
“Pada kasus tersebut seharusnya menjadi dasar, untuk memperbaiki kebijakan yang sangat diskriminatif dan tidak berpihak kepada nilai-nilai kearifan lokal, yang mana masyarakatnya hidup bergantung kepada hutan dan alam,” kata Direktur LBH Padang Wendra, menjadi moderator dalam bincang–bincang membahas PPPH, di Whiz Primer Hotel, Jumat (31) kemaren.
Ia menilai permohonan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013, tentang PPPH, perlu untuk diperbaiki.
“Undang-undang ini mendiskriminasi masyarakat kecil seperti petani yang menebang pohon untuk hidup sendiri, bukan untuk bisnis. Pada 2017 lalu LBH menangani kasus dimana mereka dituduh mencuri kayu di tanah sendiri. Untuk itu undang-undang PPPH harus diluruskan,” tambahnya.
Lebih lanjut ia menuturkan, tengah menyusun draf permohonan terkait undang-undang PPPH dimasukkan ke Makamah Konsitusi (MK).
“Pada tahun 2015 undang-undang ini telah diuji hanya saja undang-undang PPPH ditolak karena ada yang beberapa pasal yang tidak sesuai,” ujarnya.
Harapannya, MK dapat memepertegas dari undang undang tersebut, sehingga tidak ada lagi masyarakat kecil yang menjadi korban. Dalam pertemuan, LBH juga menghadirkan orang-orang yang terjerat dengan hukum, gara-gara undang-undang PPPH. Seperti yang dialami Herdi, warga asal Koto Malintang, Kabupaten Agam, yang berurusan dengn hukum.
Ia dituduh menebang pohon di tanah miliknya sendiri, padahal ia hanya menolong kerabatnya untuk menebang pohon dan jadikan membangun warung kopi di tepi jalan. Alhasil dirinya dijatuhi hukuman oleh majelis hakim pengadilan negeri setempat, dengan hukuman pidana selama tujuh bulan.
“Saya berharap tidak ada lagi yang menjadi korban dan undang-undang ini harus diluruskan,” imbuhnya. (oke)