Padang, Babarito
Sidang dugaan kasus tindak pidana korupsi, terhadap infranstuktur pasca bencana alam tahun 2016 lalu. Dimana menyeret mantan Kasi Rehabilitasi Badan Penanggulangan Bencana Alam Daerah (BPBD), Kabupaten Solok Selatan (Solsel), Irda Hendri, dan tiga terdakwa lainnya, yakninya Ito Marliza, Mai Afri Yuneti, serta Benni Ardi (berkas terpisah), kembali batal untuk dibacakan.
Pasalnya sidang yang seharusnya, beragendakan putusan dari majelis hakim, belum dapat dibacakan.
“Ya karena majaelis hakim masih musyawarah, sehingganya putusan tersebut belum dapat dibacakan,” tegas hakim ketua sidang Agus Komarudin beranggotakan Zaleka dan Elysia Florence, Jumat (17/1) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim meminta waktu empat hari.
“Ya kita tunda dan dilanjutkan lagi persidangan ini, pada 20 Januari 2020 mendatang,” ucap hakim ketua sidang.
Sidang yang berlangsung hitungan menit ini, membuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Solok Selatan, empat orang terdakwa, para Penasihat Hukum (PH), dan pengunjung sidang meninggalkan ruang sidang.
Sebelumnya, keempat terdakwa dituntut oleh JPU dengan hukuman pidana masing-masing selama satu tahun dan enam bulan penjara. Tak sampai di sana saja, keempat terdakwa juga diwajibkan membayar denda masing-masing Rp 50 juta. Bila tidak dibayar maka diganti kurungan penjara, masing-masing tiga bulan.
Khusus untuk terdakwa Ito Marliza dan Mai Afri Yuneti, JPU menambah hukumannya dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 900 juta, jika tidak dibayar maka harta bendanya akan disita untuk negara.
JPU beralasan bahwa, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. JPU juga menjerat masing-masing terdakwa dengan pasal 3 junto18 ayat 1 huruf b, tahun 1999. Sebagaimana telah diubah dan ditambah nomor 20 tahun 2001, tentang tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebelumnya dalam dakwaan disebutkan, pada tahun 2016 telah terjadi bencana alam yakni banjir dan tanah longsor yang, menerjang Kecamatan Sugai Pagu, Kecamatan Pauh Duo, Kecamatan Sangir, Kecamatan Sangir Jujuhan dan Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan.
Terhadap bencana alam tersebut, membuat sejumlah kerusakan infranstuktur. Terdakwa Irda Hendri ditunjuk sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang mana sesuai dengan SK Bupati Solok Selatan.
Pasca terjadinya bencana alam, BPBD Solok Selatan mengajukan delapan paket pengerjaan tanggap darurat dan telah disetujui. Dana dari pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke BPBD tidak sesuai, dengan jumlah dana yang disetujui, dengan total pengerjaan Rp 10.560.000.000.
Dalam pengerjaan tersebut, terdapat selisih dana yakninya Rp 900.000.000. Selanjutnya terdakwa Irda Hendri melalui saksi Editorial, dan menghubungi terdakwa Ito Marliza, Mai Afri Yuneti dan Benni Ardi, serta melakukan penawaran pengerjaan. Setelah bertemu para terdakwa ini melakukan kesepakatan.
Terhadap pengerjaan tersebut, Benni Ardi selaku dirut PT. Buana Mitra Selaras meminjamkan perusahaannya, dan pengerjaan perbaikan darurat pun dilakukan. Setelah pengerjaan dilakukan namun, pihak panitia tidak mengecek kelengkapan dokumen sehingga diambil kesimpulan pengerjaan dapat dilakukan.
Namun dari hasil penghitungan Badan Pemeriksa keuangan (BPK) RI, terdapat selisih pembayaran negara kepada rekanan atas pengerjaan yang dilakukan. Sehingganya menguntungkan terdakwa Ito Marliza, Mai Afri Yuneti dan Benni Ardi, dalam hal selaku rekanan. Sehingganya negara mengalami kerugian sebesar Rp 1. 087. 942.813,80. (*/abd)