Oleh Dedy Rahman (Mahasiswa Universitas Andalas)
Siapa yang tidak kenal Marcus Junius Brutus, seorang politikus jaman romawi yang mengkhianati Julius Caesar. Ia bersama senator lain ikut menikam Julius Caesar hingga tewas. Padahal sebelumnya Caesar pernah memaafkan kesalahan Brutus. Sebuah peristiwa sejarah yang mempertontonkan politik tak beretika. Sejarah politik tak beretika ini nampaknya terus berulang disetiap masa dengan ruang dan dimensi yang berbeda.Di Sumatera Barat nampaknya juga sedang terjadi.Intrik politik para politisi, khususnya oleh kader-kader Gerindra sedang dimainkan dengan target sasaran “sekutu” nya sendiri yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Beberapa kejadian belakangan viral oleh para pimpinan DPD Gerindra. Ketua terpilih melakukan manuver terhadap Gubernur Sumatra Barat yang notabenenya berasal dari PKS. Ia mendorong Gerindra untuk menginterpelasi Gubernur Sumbar. Padahal kunjungan-kunjungan tersebut tidak menyalahi aturan dan mengantongi izin serta ada laporan dan manfaat untuk daerah.
Apa yang dilakukan oleh pimpinan Gerindra Sumbar itu dapat dianggap sebagai manuver politik Gerindra terhadap “mantan” koleganya PKS setelah sebelumnya juga menggoyang posisi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang “tadinya” akan diberikan ke PKS. Kali ini, Gerindra melakukan manuver di Sumatera Barat yang notabene adalah lumbung suara bagi pasangan Prabowo-Sandi, pasangan yang dibela mati-matian oleh Gerindra dan PKS.
Sungguh ironis memang. Setelah PKS menemani Gerindra untuk bersama pada Pemilihan Presiden 2019 lalu serta tokoh-tokoh PKS menjadi juru kampanye capres Gerindra di Sumatera Barat walaupun harus berseberangan dengan banyak pihak karena 90 persen kepala daerah di Sumbar berpihak pada rival capres Gerindra yaitu Jokowi-Ma’ruf, namun PKS lah yang tetap setia menemani dan berjuang untuk menaikkan Prabowo menjadi Presiden. Tapi madu itu dibalas racun. Kesetiaan dibalas pengkhianatan.
Setelah usai pilpres bukannya membalas budi, tapi PKS malah ditinggalkan dan Gerindra bergabung dengan lawan utamanya, Prabowo pun diangkat menjadi menteri. Suara masyarakat Sumbar yang mendukung Prabowo-Sandi pun dikhianati. Tidak hanya sampai di sana, Gerindra melalui salah satu pimpinannya di Sumbar juga membantai gubernur yangg berasal dari PKS di Sumatra Barat, daerah dengan persentase kemenangan paling banyak yang dimenangkan capres dari Gerindra, Prabowo-Sandi.
Pimpinan Gerindra Sumbar tersebut dengan segala alasannya sejak satu hari menjadi ketua DPD Gerindra Sumbar langsung menggiring fraksi Gerindra mempermalukan gubernur yang berasal dari PKS, apa saja di “nyinyirin’ dan dijadikan pijakan panggung politiknya. Penulis melihat apa yang dilakukan pimpinan Gerindra Sumbar itu bisa jadi untuk Pilgub 2020 nanti, untuk dirinya menjadi gubernur atau kembali berusaha untuk “membujuk” rakyat Sumbar untuk kembali mendukung Gerindra pada Pilgub 2020 nanti. Karena bagaimanapun, masyarakat Sumatra Barat tidak akan lupa atas penghianatan yang dilakukan oleh Gerindra, tentunya Pilgub 2020 akan menjadi hukuman bagi Gerindra dari masyarakat Sumbar.
Terlepas dari asumsi tersebut, tidak seharusnya politik tidak beretika itu dipertontonkan dihadapan masyarakat Indonesia. Semoga politik tidak beretika ini menjadi pelajaran berharga bagi pemilih disumbar dalam pilkada 2020, agar jangan sampai masuk lubang sampai ketiga kalinya, dan pelajaran berharga bagi para milenial sumbar bahwa etika melebihi segalanya dalam hidup ini, kalau tidak kita akan berada seperti dikebun binatang.