Padang, Babarito
Sejak 2016 hingga 2019, lembaga perlindungan dan pendampingan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan Padang mencatat sebanyak 395 perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
“Tiap tahun kasus kekerasan seksual selalu meningkat. Salah satu korban yang berjatuhan seringkali adalah anak yang baru berusia 1 bulan-18 tahun. Januari hingga November 2019 ada 93 korban yang melapor, 42 kasus merupakan kasus kekerasan seksual (perkosaan, pelecehan seksual, sodomi dan eksploitasi seksual),” ungkap Devi Ariani perwakilan Nurani Perempuan didampingi Desvita Reni wakil LBH Padang saat beraudiensi ke Kajaksaan Tinggi Negari Sumbar, Selasa (17/12).
Dijelaskannya, untuk kekerasan seksual ada sekitar 67% korbannya adalah usia anak. Dalam proses penegakan hukum seringkali anak korban tidak mendapatkan pemulihan baik anak perempuan maupun laki-laki. Negara sudah merasa cukup untuk memenjarakan pelaku kekerasan seksual ke jeruji besi dan menjadi pesakitan.
“Tragedi kekerasan seksual yang mereka hadapi tidak akan mungkin hilang dalam sekejap saja. Kekerasan seksual yang mereka alami pastinya meninggalkan trauma psikis yang sangat panjang dan terkadang juga luka fisik dan medis. Kadangkala juga berdampak pada permasalahan lainnya seperti harus evakuasi ke tempat yang lebih aman ataupun pindah, orang tua mesti beralih pekerjaan dan sebagainya,” jelasnya.
Bicara soal regulasi, negara telah mencoba menjamin pemulihan bagi korban anak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang pelaksanaan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Salah satu lembaga negara yang fokus dalam pemulihan korban atau dikenal dengan istilah restitusi adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana mendefiniskan restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materil dan/atau immateril yang diderita korban atau ahli warisnya,” ungkapnya.
Restitusi merupakan upaya pengembalian hak-hak korban yang hilang akibat dari terjadinya kejahatan yang mesti dipulihkan. Di Sumatera Barat, melalui Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor: 327/Pid.Sus/2019/PN.PDG pada 3 September 2019 telah berupaya mencerminkan upaya penegakan hukum yang memulihkan korban.
Desvita Reni mewakili LBH Padang menjelaskan, kasus tersebut bermula dari perkosaan terhadap dua orang anak perempuan. Melalui Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Padang, Dwi Indah Puspa Sari mengajukan restitusi didalam tuntutannya sebesar Rp194.125.000 yang digunakan untuk kehilangan penghasilan orang tua korban, biaya pemulihan alat genital, biaya kehidupan sosial anak dan keluarga diantaranya biaya sewa rumah kontrakan, biaya bantuan pendidikan anak dan biaya perawatan medis dan psikologis korban.
“Majelis Hakim yang terdiri dari Lifiana Tanjung, Gustiarso dan Agus Komaruddin memutuskan memberikan restitusi bagi korban sebesar Rp50 juta,” ungkapnya.
Ke depan LBH Padang dan WCC Nurani Perempuan mengapresiasi tindakan jaksa penuntut umum dan majelis hakim Pengadilan Negeri Padang atas pemberian restitusi bagi korban.
“Kedepannya, kami berharap putusan ini dapat menjadi contoh baik dalam penegakan hukum yang memulihkan korban dan kami mendorong Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat untuk mendorong proses penegakan hukum yang berorientasi pada pemulihan korban ini di kejaksaan-kejaksaan negeri di Sumatera Barat. Selain itu, tentunya mesti terus memperkuat proses eksekusi dan maintenance eksekusi bagi korban,” tutupnya. (mor)