Padang, Babarito
Sidang dugaan korupsi, infranstuktur pasca bencana alam tahun 2016, yang menjerat mantan Kasi Rehabilitasi Badan Penanggulangan Bencana Alam Daerah (BPBD), Kabupaten Solok Selatan (Solsel), Irda Hendri, bersama tiga rekannya yakninya Ito Marliza, Mai Afri Yuneti, dan Benni Ardi (berkas terpisah), batal menjalani persidangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, Kamis (21/1).
Pasalnya sidang yang seharus beragendakan pembacaan tuntutan dari, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Solok Selatan, belum bisa dibacakan.
“Maaf majelis hakim kami, belum dapat membacakan tuntutannya, karena belum siap. Selain itu kami masih menunggu rentut dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar), untuk itu kami minta waktu dua minggu,” kata JPU Nasrul bersama tim.
Menanggapi hal tersebut, sidang yang diketuai oleh Agus Komarudin beranggotakan Zaleka dan Elysia Florence, mengabulkan permintaan JPU.
“Baiklah ini terakhir tidak ada lagi sesudah ini, kita lanjutkan pada 5 Desember 2019 mendatang, sidang ditutup,” tegas hakim ketua sidang, dengan wajah marah.
Sementara itu para terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Mevrizal bersama tim, langsung meninggalkan ruang sidang utama.
Sebelumnya dalam dakwaan disebutkan, pada tahun 2016 telah terjadi bencana alam yakni banjir dan tanah longsor yang, menerjang Kecamatan Sungai Pagu, Kecamatan Pauh Duo, Kecamatan Sangir, Kecamatan Sangir Jujuhan dan Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan.
Terhadap bencana alam tersebut, membuat sejumlah kerusakan infranstuktur. Terdakwa Irda Hendri ditunjuk sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang mana sesuai dengan SK Bupati Solok Selatan.
Pasca terjadinya bencana alam, BPBD Solok Selatan mengajukan delapan paket pengerjaan tanggap darurat dan telah disetujui. Dana dari pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke BPBD tidak sesuai, dengan jumlah dana yang disetujui, dengan total pengerjaan Rp 10.560.000.000.
Dalam pengerjaan tersebut, terdapat selisih dana yakninya Rp 900.000.000. Selanjutnya terdakwa Irda Hendri melalui saksi Editorial, dan menghubungi terdakwa Ito Marliza, Mai Afri Yuneti dan Benni Ardi, serta melakukan penawaran pengerjaan. Setelah bertemu para terdakwa ini melakukan kesepakatan.
Terhadap pengerjaan tersebut, Benni Ardi selaku dirut PT. Buana Mitra Selaras meminjamkan perusahaannya, dan pengerjaan perbaikan darurat pun dilakukan. Setelah pengerjaan dilakukan namun, pihak panitia tidak mengecek kelengkapan dokumen sehingga diambil kesimpulan pengerjaan dapat dilakukan.
Namun dari hasil penghitungan Badan Pemeriksa keuangan (BPK) RI, terdapat selisih pembayaran negara kepada rekanan atas pengerjaan yang dilakukan. Sehingganya menguntungkan terdakwa Ito Marliza, Mai Afri Yuneti dan Benni Ardi, dalam hal selaku rekanan. Sehingganya negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.087.942.813,80. (oke)