Padang, Babarito
Sidang dugaan kasus minuman keras (miras) oplosan yang menjerat terdakwa TS (51), kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, Senin (11/11).
Dalam sidang tersebut, terdakwa yang didampingi tim Penasihat Hukum (PH), mengajukan nota pembelaan (pleidoi) atas tuntutan terdakwa, yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat pada minggu lalu.
Dalam pleidoi tersebut dijelaskan, bahwa terdakwa menjual minuman berakohol telah mengantongi izin, dan para saksi yang dihadirkan di persidangan pun mengakuinya.
“Kegiatan menyalin minuman kedalam plastik atas permintaan konsumen, tidaklah identik dengan perusahan industri. Sebagaimana peraturan menteri perindustrian No. 63/M-Ind/7/2014, tentang pengendalian industri dan pengawasan industri dan mutu berakohol,” kata tim PH terdakwa, Rennal Arifin, Riefia Nadra, Inne Sari Dewi, Devi Diany.
Tim PH terdakwa juga menyebutkan, terdakwa tidak terbukti memenuhi unsur kesengajaan dan melawan hukum yang dapat menjadikan terdakwa dijatuhi hukuman.
“Terdakwa menjual minuman ringan dan minuman berakohol. Terdakwa mengantongi izin untuk menjual minuman berakohol. Bahwa tidak ada konsumen yang dirugikan ataupun komplen hingga saat ini,” imbuhnya.
Tim PH terdakwa meminta kepada majelis agar, membebaskan terdakwa dalam perkara ini, dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan JPU, serta membebankan biaya perkara kepada negara.
Terhadap pembelaan dari PH terdakwa, JPU akan menanggapi secara tertulis.
“Minta waktu majelis untuk menjawab secara tertulis,” pungkas JPU.
Menanggapi hal tersebut, sidang yang diketuai Suratni beranggotakan Syukri dan Ade Zulfiana Sari, menunda sidang hingga tanggal 14 November 2019 mendatang.
Sebelumnya terdakwa dituntut JPU dengan hukuman pidana selama enam bulan kurungan penjara, denda sebesar Rp 10 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti dengan hukuman pidana selama tiga bulan kurungan.
JPU berpendapat terdakwa melanggar pasal 62 ayat 1 jo pasal 8 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Dalam berita sebelumnya, pengerebekan di Toko 4F Damarus penjual minuman. Penyidik Subdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Sumbar menetapkan pemilik Toko 4F sebagai tersangka kasus dugaan minuman beralkohol oplosan. Dalam hal ini minuman beralkohol.
Minuman beralkohol dicampur tanpa memiliki keahlian di bidang tersebut dan minuman yang sudah dicampur-campur diperdagangkan. Sehingga, dapat membahayakan konsumen yang membeli dan meminumnya.
Berdasarkan informasi beberapa jenis minuman beralkohol yang dia jual itu dicampur dengan jenis minuman yang lainnya. Misalnya alkohol jenis colombus dicampur dengan bir golongan A, golongan C, termasuk ada jenis jus buavita, kemudian dicampur lagi dengan minuman suplemen M-150.
Sebelumnya, Toko minuman 4F Damarus di Jalan Niaga, No. 183, Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang Barat, digrebek oleh Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar diduga menjual minuman beralkohol atau minuman keras oplosan tanpa izin edar, Selasa (21/5) lalu. Disinyalir, kegiatan pengoplosan minuman beralkohol itu dilakukan sejak lama.
Saat penggerebekan, polisi menyita berbagai merek minuman beralkohol sebanyak 130 botol yang tidak ada izin untuk dijual (ilegal), 70 botol minuman berlalkohol yang kosong, satu bungkus minuman oplosan beralkohol, 4 pak plastik bening cap singa laut, 4 pak plastik hitam, dan 5 pak sedotan merek plastisindo.
Dari hasil pemeriksaan, terungkap modus operandi yang dijalankan pelaku untuk mengoplos minuman keras dengan cara membuka kemasan akhir minuman beralkohol, kemudian mencampurkan dengan minuman jenis lain tanpa takaran yang jelas dan tanpa ada keahlian.
Setelah itu, minuman yang telah dicampur-campur berbagai merek itu kemudian dikemas ulang menggunakan plastik bening untuk diperdagangkan kembali. Penjualan miras yang sudah dicampur-campur seperti itu biasa dikenal dengan sebutan miras paket yang dijual dengan harga yang beragam, mulai dari puluhan ribu rupiah. (oke)