Padang, Babarito
Buronan mantan bendahara Walinagari Tanjung Alai, Kecamatan X Koto, Singkarak, Kabupaten Solok, yakninya Budi Santoso (46), akhirnya berhasil diringkus oleh tim Adhyaksa Monitoring Center (AMC) pada Kejaksaan Agung (Kejagung), bersama dengan tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat (Sumbar) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Solok.
Budi Santoso merupakan terpidana korupsi, terhadap penyalah gunaan keuangan nagari pada tahun 2015 dan 2016 silam. Budi Santo sendiri dinyatakan bersalah oleh majelis hakim pada Makamah Agung (RI) melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam putusan MA RI, Budi Santoso divonis selama empat tahun kurungan penjara, denda Rp 200 juta dan subsider enam bulan kurungan. Tak hanya itu saja, terpidana Budi Santoso juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 162.055.778.
Menurut Asisten Pidana Khusus (aspidsus) Kejati Sumbar M. Fitria mengatakan, sejak keluarnya putusan dari MA RI, terpidana melarikan diri.
“Terpidana Budi Santo sempat kita panggil namun tidak memenuhinya, selanjutnya pada tanggal 18 September 2018 kita menyatakan, masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO),” katanya kepada awak media, saat menggelar konfrensi pers di Kejati Sumbar, Sabtu (23/11) sore kemaren.
Lebih lanjut dikatakannya, terpidana Budi Santoso ditangkap di kawasan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Terpidana kita amankan pada Jumat (22/11), sekitar pukul 18.52 WIB. Kemudian diproses dan selanjutnya dititipkan ke rumah tahanan (rutan) Salemba. Tak hanya itu, terpidana dibawa ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk, dilakukan penjemputan oleh Kejari Solok. Waktu itu yang menjemput kepala Kejari dan kasi pidana khusus Kejari Solok, selanjutnya dibawa Ke Padang, sehingganya terpidana menjalani hukuman,” ujarnya.
Dikatannya, terpidana Budi Santo telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 162.055.778.
“Saat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, terpidana dihukum oleh majelis hakim selama empat tahun dan delapan bulan penjara, denda Rp 200 juta dan subsider tiga bulan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa, vonis tersebut lebih ringan bila dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakninya tujuh tahun dan denda Rp 300 juta dan subsider enam bulan.
“Dalam tuntutan tersebut JPU beralasan terpidana melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf a,b ayat (2) (3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan korupsi,” imbuhnya.
Aspidsus Kejati Sumbar, menjelaskan bahwa kegiatan ini bernama tangkap buron (tabur) 321 yang merupakan, progaram dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Kejati menghimbai kepada yang masih buron, khususnya pelaku tindak pidana korupsi, agar menyerahkan diri. Tidak ruang bagi buronan, karena lama-kelamaan akan tertangkap juga,” tegasnya. (oke)