Padang, Babarito
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Padang, menolak eksepsi (nota keberatan dakwaan penuntut umum) yang diajukan, oleh tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa, dalam kasus dugaan pengerusakan hutan bakau (mangrove), di Kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI, Pesisir Selatan, Sumatra Barat (Sumbar), yang menjerat terdakwa Rusma Yul Anwar.
Majelis Hakim menilai bahwa, eksepsi yang diajukan oleh tim PH terdakwa adalah deskripsi dan pandangan-pandangannya saja.
“Memang selalu terdapat perbedaan antara penuntut umum dan PH terdakwa dalam menanggapi sebuah dakwaan, karena itu hal yang wajar,” kata Hakim Ketua sidang Gutiarso dengan didampingi hakim anggota Agus Komaruddin dan Khairulludin, saat membacakan amar putusan sela, di ruang sidang cakra, Selasa (8/10).
Majelis hakim juga menambahkan, dalam perbuatan terdakwa tidak ada unsur merugikan. “Menurut majelis hakim bahwa, surat dakwaan penuntut umum sudah lengkap dan cermat, karena terdapat unsur-unsur hukum,” tambahannya.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim menolak semua eksepsi dari tim PH terdakwa. “Eksepsi dari PH terdakwa tidak dapat diterima. Memerintahkan kepada penuntut umum untuk melanjutkan perkara,” tegas Hakim Ketua sidang.
Terhadap putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Painan dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar), belum dapat menghadirkan saksi.
“Kami minta waktu majelis hakim satu minggu, untuk menghadirkan saksi,” ucap JPU Fadlul Azmi.
Menanggapi hal tersebut, Majelis Hakim pun mengabul permintaan JPU. “Sidang ini kita lanjutkan kembali pada 14 oktober 2019 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi,” tegasnya.
Sementara terdakwa yang didampingi PH terdakwa, yakninya Sutomo bersama tim meninggalkan ruangannya. Di luar persidangan JPU pada Kejati Sumbar, jumlah saksi secara keseluruhannya sekitar 20 orang, di mana sudah termasuk saksi ahli dan saksi yang meringankan dari terdakwa.
“Untuk sidang pada pekan depan ini, kami memanggil tiga saksi,” imbuhnya.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU dijelaskan, kejadian ini bermula pada Mei tahun 2016 hingga 2017. Terdakwa membeli sebidang tanah pada seluas tiga hektar, pada tahun 2016. Dua bulan kemudian dimulailah pembangunan di kasawan Mandeh dan pelebaran jalan serta perairan laut, dari satu meter menjadi empat meter, yang panjangnya sekitar tiga puluh meter.
Terdakwa telah memerintahkan seseorang untuk meratakan bukit, dengan tujuan pendirian penginapan. Di mana terdapat dua lokasi pengerusakan mangrove. Pertama ukuran dengan panjang 12 meter dan lebar 75 meter. Dan kedua dengan ukuran panjang 75 meter dan lebar 12 meter, pada bukit yang diratakan yang telah berdiri empat bangunan.
Di lokasi tersebut, sudah dibuat fasilitas jalan dan pembangunan perumahan. Di mana aktifitas berdampak dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data lapangan dan citra satelit, kerusakan yang ditimbulkan yakninya matinya mangrove saat pelebaran sungai, seluas 3.029 meter atau luas 0,3 hektar.
Pelebaran sungai di titik lain mengakibatkan rusaknya hutan. Kemudian hutan mangrove ditimbun tanah seluas 0,39 meter. Sehingga total luas hutan mangrove yang rusak sekitar 7.900 atau 0,79 hektar.
Bahwa terdakwa melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan diareal perbukitan. Dimulai dari pembukaan lahan, pembuatan jalan menuju bukit, serta pemerataan bukit. Perbuatan terdakwa melanggar pasal 98 UU RI No 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pasal 109 UU RI Nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan penglolaan lingkungan hiudup. (oke)