Padang, Babarito
Puluhan Massa yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Ummat (AMPU) mengadakan aksi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (20/9).
Aksi tersebut terkait penolakannya terhadap rancangan undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Dari pantauan di lapangan massa yang menggunakan pakaian yang didominasi warna hitam dan merah, datang ke gedung DPRD Sumbar sekitar pukul 14.00 WIB.
Mereka tiba di gedung wakil rakyat Sumbar itu sekitar pukul 14:10 WIB, dengan membawa spanduk dengan berbagai tulisan seperti, “Tolak Zina, Tolak RUU PKS”, “Kami Bersama Korban” serta tulisan lainnya.
Primananda Alfidiya Ikhsan selaku Koordinator aksi mengatakan, alasan penolakan RUU P-KS untuk disahkan menjadi undang-undang karena RUU P-KS dianggap tidak sesuai dengan falsafah Minangkabau yakni, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dan Syarak Mangato, Adat Mamakai.
“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai” adalah falsafah hidup orang Minangkabau yang siap diperjuangkan sampai mati. Orang Minang, baik di ranah maupun di rantau akan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan syarak mangato adat mamakai,” ujar Primananda.
Dikatakanya, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) diyakini sarat nilai liberalisme dan feminisme yang mengabaikan pancasila, ketahanan keluarga, agama, moralitas bangsa Indonesia serta bertentangan dengan falsafah Minangkabau.
“Kami sudah melakukan kajian. Sudah diskusi dengan teman-teman pakar hukum dan sudah menerima kajian dari berbagai pihak seperti MUI. Jadi RUU P-KS ini memang patut diduga berpotensi bisa melegalkan pergaulan bebas, bisa melegalkan perilaku LGBT dan segala macamnya yang tidak sesuai dengan falsafah Minangkabau,” ujar Primananda.
Lebih lanjut ia menambahkan, RUU P-KS didukung oleh kelompok LGBT. Menurutnya, RKUHP yang dijadwalkan akan disahkan pada 24 September nanti juga patut diwaspadai.
“Jadi kami juga akan mengawal RKUHP tersebut, dan mewaspadai RKHUP dari susupan ideologi yang tidak sesuai Pancasila khususnya tindak pidana kesusilaan, namun untuk hari ini kami fokus kepada RUU P-KS,” tutup Primananda. (mor)