Padang, Babarito
Sidang lanjutan dugaan pengerusakan hutan bakau (mangrove), di Kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI, Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar), dengan terdakwa Rusma Yul Anwar kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Selasa (24/9).
Dalam sidang tersebut, tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa, mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan (eksepsi), yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan minggu lalu. Menurut PH terdakwa bahwa, surat dakwaan JPU dinyatakan batal demi hukum, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 143 ayat 3 KUHP.
“Dakwaan JPU tidak memenuhi ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf b KUHP. Surat dakwaan yang diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap sangat penting bagi terdakwa, agar dapat membela dirinya dengan benar,” kata tim PH terdakwa, Sutomo, Vino Oktavia, dan Poniman, saat membacakaan eksepsinya, setebal 15 halaman.
Tim PH terdakwa juga menyebutkan, dakwaan dari JPU prematur. “Dalam pengerjaan tersebut, terdakwa baru melakukan pada level upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL), karena belum diurus. Seharusnya terdakwa terdakwa belum dapat dikenakan norma pidana, yang terdapat dalam pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009. Sehingganya menurut hukum dakwaan tidak dapat diterima,” sebut PH terdakwa.
Tim PH terdakwa juga menjelaskan, JPU tidak cermat dalam menyusun bentuk surat dakwaan, dengan tidak menyebutkan pihak penyertaan.
“JPU tidak menguraikan dengan tegas, peran terdakwa dalam tindak pidana yang didakwakan,” jelasnya.
Dihadapan majelis hakim, tim PH terdakwa meminta agar menerima keberatan dari tim PH terdakwa. “Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala dakwaan penuntut umum,” ujar tim PH.
Terhadap hal tersebut, JPU Fadlul Azmi bersama tim, akan menanggapi secara tertulis. “Kami minta waktu satu minggu majelis,” ujarnya.
Sidang yang diketuai oleh Gutiarso dengan didampingi hakim anggota Agus Komaruddin dan Khairulludin, mengabulkan permintaan JPU.
Sebelumnya dalam dakwaan JPU dijelaskan, kejadian ini bermula pada Mei tahun 2016 hingga 2017. Terdakwa membeli sebidang tanah pada seluas tiga hektar, pada tahun 2016. Dua bulan kemudian dimulailah pembangunan di kasawan Mandeh dan pelebaran jalan serta perairan laut, dari satu meter menjadi empat meter, yang panjangnya sekitar tiga puluh meter.
Terdakwa telah memerintahkan seseorang untuk meratakan bukit, dengan tujuan pendirian penginapan. Dimana terdapat dua lokasi pengerusakan mangrove. Pertama ukuran dengan panjang 12 meter dan lebar 75 meter. Dan kedua dengan ukuran panjang 75 meter dan lebar 12 meter, pada bukit yang diratakan yang telah berdiri empat bangunan.
Di lokasi tersebut, sudah dibuat fasilitas jalan dan pembangunan perumahan. Dimana aktifitas berdampak dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Berdasarkan data lapangan dan citra satelit, kerusakan yang ditimbulkan yakninya matinya mangrove saat pelebaran sungai, seluas 3.029 meter atau luas 0,3 hektar.
Pelebaran sungai dititik lain mengakibatkan rusaknya hutan. Kemudian hutan mangrove ditimbun tanah seluas 0,39 meter. Sehingga total luas hutan mangrove yang rusak sekitar 7.900 ataut 0,79 hektar.
Bahwa terdakwa melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan diareal perbukitan. Dimulai dari pembukaan lahan, pembuatan jalan menuju bukit, serta pemerataan bukit. Perbuatan terdakwa melanggar pasal 98 UU RI No 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pasal 109 UU RI Nomor 32 tahun 2009, tentang perlindungan dan penglolaan lingkungan hidup. (oke)