Padang, Babarito
Kurang lebih setahun lagi, Sumatra Barat akan menyonsong Pemilihan Gubernur (Pilgub) tahun 2020. Dalam rangka menyambut pesta demokrasi tersebut, Ranah Institute mengadakan diskusi politik dalam Program Ngobrolin Politik (NGOPI) pada Sabtu (21/9) di Cisangkuy, Universitas Negeri Padang (UNP).
Dengan tema “Milenial Dalam Pusaran Politik”, Ranah Institute mengangkat tentang peran penting pemuda milenial Islam serta berdiskusi tentang potensi calon gubernur (cagub) milenial pada Pilgub Sumbar 2020.
Azka Ummah selaku salah satu pembicara menuturkan, pentingnya peran milenial dalam pembangunan bangsa, terutama milenial Islam. Hal ini juga tak lepas dari ajaran Islam yang mendorong pemudanya untuk terus berkarya.
“Para milenial ini kan orang-orang muda. Kalau kita lihat sejarah Islam, pemuda itu memainkan peranan penting dalam perkembangan bangsa. Bahkan di zaman Rasul pun sudah banyak pemuda yang diorbitkan jadi pemimpin,” ungkap Azka yang merupakan alumnus Universitas Islam Madinah.
Pembicara lain, Muhammad Taufik sepakat dengan pandangan Azka. Baginya, inilah saat yang tepat bagi milenial untuk tampil dalam panggung politik.
Taufik yang juga berprofesi sebagai pengacara tersebut berkaca pada fenomena politik dunia saat ini.
Ia mencontohkan beberapa tokoh milenial yang unjuk gigi seperti Sebastian Kurz yang menjadi konselir termuda di Austria di umur 31 tahun, Syed Saddeq yang menjadi menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga termuda, dan contoh lainnya.
Mhd. Alfahjri Sukri pembicara lainnya menuturkan, milenial minang sebenarnya memiliki potensi untuk masuk menjadi cagub Sumbar 2020.
Hal ini berkaca pada tokoh milenial minang yang menang di Pilkada yaitu Sutan Riska di Dharmasraya pada pilkada 2015 dengan umur 26 tahun dan Fadly Amran di Padang Panjang pada pilkada 2018 dengan umur 30 tahun. Dua tokoh tersebut sama-sama mengalahkan petahana.
Menurut Fajri yang juga berprofesi sebagai dosen ini menerangkan, terdapat tiga modal penting bagi milenial untuk maju bertarung pada Pilgub Sumbar 2020. Modal tersebut yaitu massa, dana, dan kekerabatan atau dekat dengan tokoh besar.
“Para milenial ini bisa memiliki ketiga modal tersebut atau salah satu saja cukup. Akan makin kuat kalau punya tiga modal itu apalagi masalah dana. Karena kalau kita lihat dua kepala daerah yang terpilih di Dharmasraya dan Padang Panjang itu berlatar pengusaha. Kalaupun milenial ini tak bisa maju lewat parpol, mereka bisa maju lewat jalur independen,” ucap Fajri.
Hingga saat ini, menurut Fajri calon-calon yang muncul ke permukaan masih didominasi oleh generasi X seperti Mahyeldi, Andre Rosiade, Fauzi Bahar, Reza Falepi, Fakhrudin dan nama lainnya. Calon milenial yang muncul yaitu Faldo Maldini.
“Walupun masih spekulasi. Nama iklan Faldo yang muncul di media harian lokal setidaknya menunjukkan ada calon milenial yang akan maju sebagai cagub nanti. Kalau saya pribadi berharap ada calon milenial lainnya, sehingga pesta demokrasi ini menjadi lebih semarak. Kita bisa lihat adu gagasan antara generasi milenial dengan generasi atasnya. Setidaknya semakin memperkuat kualitas demokrasi Sumatera Barat ini,” ujar Fajri.
Diskusi yang diadakan oleh Ranah Institute sendiri ditutup dengan makan siang setelah dilakukan tanya jawab antara peserta dengan pembicara. Diskusi seperti ini pun InsyaAllah akan terus dilakukan tiap bulannya oleh Ranah Institute. Selain mengadakan diskusi Ranah Instute juga melakukan berbagai riset dan eksperimen sosial politik di masyarakat. (*/ti)