Padang, Babarito
Setelah berhasil meraih top 40 inovasi pelayanan publik berkat inovasi kelas Ibu Muda, Puskesmas Padang Pasir kembali meluncurkan inovasi terbaru, yakni pembinaan kawasan beresiko (Bina Kawanko). Kelurahan Purus menjadi lokasi proyek uji coba yang dilakukan oleh Puskesmas yang berada di Padang Barat tersebut.
Kepala Puskesmas Padang Pasir, dr. Winanda mengatakan, pada inovasi Bina Kawanko di Kelurahan Purus tersebut terdapat tiga program yang dilaksanakan, yakni, pembentukan pos gizi, penekanan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan program keluarga sadar jiwa (Sajiwa).
“Tiga program yang kita lakukan ini berdasarkan indikator yang tidak tercapai di kelurahan tersebut, yakni gizi buruk, angka DBD yang masih cukup tinggi dan cukup tingginya masyarakat dengan gangguan jiwa,” ujarnya, Selasa (17/9).
Ia menyebutkan, pos gizi ini adalah salah satu langkah dalam upaya untuk menekan angka kasus gizi buruk dengan memenuhi gizi penderita gizi buruk yang ada di Purus.
“Di pos gizi tersebut kita akan memberikan makanan kepada penyandang gizi buruk. Pemberian makanan ini bekerja sama dengan hotel-hotel yang ada di Padang Barat,” katanya.
Selain itu, di pos gizi ini setiap ibu akan di berikan pelatihan program gizi,mulai dari pemilihan bahan makanan, cara mengolah,variasi serta penyajian makanan sesuai dengan standar gizi.
Sedangkan untuk penekanan kasus DBD, sambungnya, pihaknya, telah membagikan sampul buku bahaya dan pencegahan DBD kepada siswa sekolah dasar (SD). Pelaksanaan ini diharapkan dapat membuat siswa sekolah dasar lebih paham dengan bahaya DBD serta apa yang harus dilakukan agar tidak terjangkit DBD.
“Kami bagikan itu kepada siswa kelas 4,5 dan 6. Jadi disampul itu ada bahaya dan cara mengatasi. Sehingga setiap hari siswa tersebut dapat membaca dan menerapkannya dikehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Untuk Sajiwa, kata dr. Winanda, pihaknya ingin mengubah stigma yang ada di masyarakat, sebab masalah kejiwaan bukan hanya terkait obat dan pengobatan saja, namun juga kepada penerimaan dan perlakuan keluarga dan masyarakat di sekitarnya.
“Hal yang harus kita lakukan adalah dengan mengubah stigma masyarakat. Jangan lagi menyebut kata ‘orang gila’, karena menimbulkan ketakutan dan stigma negatif. Tapi gantilah dengan istilah orang yang mengalami masalah kejiwaan,” katanya. (*/ti)