Padang, Babarito
Sidang lanjutan dugaan korupsi, infranstuktur pasca bencana alam tahun 2016, yang menjerat mantan Kasi Rehabilitasi Badan Penanggulangan Bencana Alam Daerah (BPBD), Kabupaten Solok Selatan, Irda Hendri, bersama tiga rekannya yakninya Ito Marliza, Mai Afri Yuneti, dan Benni Ardi (berkas terpisah), kembali dilanjutkan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, Jumat (9/8).
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Solok Selatan (Sosel), telah memanggil saksi yang bernama Adi Darma Prayana, dari PT. Devanda Mustika, untuk menjadi saksi di pengadilan, namun tak datang. Padahal JPU telah memanggil saksi sebanyak tiga kali.
Menurut JPU pada Kejari Sosel, bahwa saksi ada tugas di daerah lain yang tidak dapat ditinggalkan. Meskipun demikian keterangan saksi yang telah disumpah, tetap dibacakan di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Terhadap keterangan saksi, empat terdakwa tidak keberatan dengan keterangan saksi.
Sidang yang diketuai Agus Komarudin, kembali melanjutkan sidang pada 15 Agustus 2019, dengan agenda saksi ahli. Sebelumnya dalam dakwaan disebutkan, pada tahun 2016 telah terjadi bencana alam yakni banjir dan tanah longsor yang, menerjang Kecamatan Sugai Pagu, Kecamatan Pauh Duo, Kecamatan Sangir, Kecamatan Sangir Jujuhan dan Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan.
Terhadap bencana alam tersebut, membuat sejumlah kerusakan infranstuktur. Terdakwa Irda Hendri ditunjuk sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang mana sesuai dengan SK Bupati Solok Selatan.
Pasca terjadinya bencana alam, BPBD Solok Selatan mengajukan delapan paket pengerjaan tanggap darurat dan telah disetujui. Dana dari pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ke BPBD tidak sesuai, dengan jumlah dana yang disetujui, dengan total pengerjaan Rp 10.560.000.000.
Dalam pengerjaan tersebut, terdapat selisih dana yakninya Rp 900 juta. Selanjutnya terdakwa Irda Hendri melalui saksi Editorial, dan menghubungi terdakwa Ito Marliza, Mai Afri Yuneti dan Benni Ardi, serta melakukan penawaran pengerjaan. Setelah bertemu para terdakwa ini melakukan kesepakatan.
Terhadap pengerjaan tersebut, Benni Ardi selaku Direktur Utama PT. Buana Mitra Selaras meminjamkan perusahaannya, dan pengerjaan perbaikan darurat pun dilakukan. Setelah pengerjaan dilakukan namun, pihak panitia tidak mengecek kelengkapan dokumen sehingga diambil kesimpulan pengerjaan dapat dilakukan.
Namun dari hasil penghitungan Badan Pemeriksa keuangan (BPK) RI, terdapat selisih pembayaran negara kepada rekanan atas pengerjaan yang dilakukan. Sehingganya menguntungkan terdakwa Ito Marliza, Mai Afri Yuneti dan Benni Ardi, dalam hal selaku rekanan. Sehingganya negara mengalami kerugian sebesar Rp 1.087. 942.813,80. (oke)