Padang, Babarito
Terkait kasus dugaan korupsi pasca bencana alam yang melanda Kabupaten Pasaman beberapa waktu lalu, yang menjerat terdakwa Arwinsyah selaku pengawas lapangan bersama dengan terdakwa Rizalwin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ferizal selaku ketua tim PHO.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pasaman, menghadirkan Bupati Pasaman, Yusuf Lubis, Wakil Bupati Pasaman, Atos Pratama, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pasaman, M. Sayuti Pohan dan Asbullah.
Menurut keterangan Bupati Pasaman, Yusuf Lubis, pada tahun 2016 lalu terjadi bencana alam di Pasaman, sehingga ditetapkan sebagai bencana nasional. “Pada waktu itu, saya datang dan melihat lokasi disana memang yang rusak,” katanya saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri kelas I A Padang, Jumat (12/7).
Saksi juga menerangkan, setelah dilakukan jumlah penghitungan yang rusak akibat bencana alam, selanjutnya dibuatkan laporannya ke pusat. “Waktu itu kita melaporkan sebanyak Rp 35 miliar, namun yang disetujui Rp 6 miliar,” terangnya.
Lebih lanjut saksi menambahkan, pada bulan Agustus 2016, saksi mendapatkan laporan dari inspektorat yang berisi adanya temuan dalam pekerjaan pasca bencana alam.
Dia juga menyebutkan bahwa, tugasnya sebagai Bupati Pasaman dalam penanganan pasca bencana alam yakninya mengecek kegiatan tersebut. “Memang ada proyek kegiatan bencana alam, tapi saya tidak tahu siapa yang mengerjakannya,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Pasaman, Atos Pratama, menerangkan bahwa setelah dirinya meninjau lokasi bencana alam dibeberapa titik, dilakukanlah rapat bersama dengan SKPD. Ia juga menambahkan bahwa, dalam proses penanganan proyek pasca bencana alam di Kabupaten Pasaman, dirinya tidak pernah menerima apapun dari seseorang.
Dalam persidangan tersebut, majelis hakim kembali memeriksa M.Sayuti Pohan, guna mengkonfrontir keterangannya pada persidangan sebelumnya. Menurut saksi M.Sayuti Pohan, dirinya mengetahui kalau Wakil Bupati pernah menerima sesuatu dari seseorang terkait proyek bencana alam. Namun Wakil Bupati yang saat itu memakai baju putih, dengan tegasnya menyatakan tidak pernah melakukannya.
Sementara itu, saksi lainnya yakninya Asbullah, menyebutkan dirinya memang pernah bertemu dengan M.Sayuti Pohan. “Meskipun demikian pak hakim, saya tidak pernah terlibat dalam proyek tersebut,” imbuhnya.
Terhadap keterangan para saksi, ketiga terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Boy Roy Indra, Apriman, dan tim tidak keberatan atas keterangan para saksi. Sidang yang dipimpin oleh Yose Rizal beranggotakan Perry Desmarera dan M.Takdir, menunda sidang hingga pekan depan.
Dalam dakwaan JPU, Therry bersama tim menyebutkan pada tahun 2016 lalu, terjadi bencana alam yang melanda Kabupaten Pasaman. Waktu itu, PJ Bupati Pasaman, menandatangani surat pernyataan keadaan darurat yang telah terjadi di enam kecamatan, yang menyebabkan banjir dan longsor.
Pada tanggal 25 Februari 2016, Bupati Pasaman mengajukan permohonan Dana Siap Pakai (DSP), kepada kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPB) Cq Deputi Bidang Penanganan Darurat dengan total Rp 6.103.410.500.000.
Selanjutnya pada M.Sayuti Pohan selaku kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pasaman, melakukan koordinasi dengan bupati dan wakil bupati.
Kemudian, dilakukanlah pengumuman yang mana CV. Swara Mandiri sebagai pemenang, dalam pengerjaan penanggulangan bencana alam darurat. Tak beberapa lama pengerjaan berjalan, terdakwa Arwinsyah selaku pengawas lapangan bersama dengan terdakwa Rizalwin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ferizal selaku ketua tim PHO. Terjadi kejanggalan, diduga melakukan manipulasi pengerjaan sehingga terjadinya kekurangan volume.
Tak sampai disana, CV. Swara Mandiri mengajukan pembayaran pengerjaan melalui rekening bank BRI. Tetapi pembayaran tersebut dilakukan dengan memakai kwitansi, atas nama terdakwa Rizalwin.
Akibat perbuatan terdakwa bersama dua terdakwa lainnya, mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 773.150. 162,00. Selain itu para terdakwa juga melanggar pasal 2 ayat 2 jo 18 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo 55 ayat 1 ke (1).(oke)