Deri mengatakan, saat ini di Sawahlunto dari 2002 hingga akhir 2018, terdapat 23 kasus HIV AIDS yang terdiri dari 20 laki-laki dan 3 orang perempuan.
“Tinggal 3 orang yang masih hidup, sedangkan 20 orang lainnya sudah meninggal dunia. Penderitanya adalah orang-orang dengan pendidikan yang cukup dengan status PNS, pegawai BUMN, pedagang, bahkan anak-anak,” ujar Walikota saat memimpin deklarasi menolak LGBT Sabtu(15/12), di gedung DPRD.
Deri Asta mengakui, sebenarnya jumlah penderita bisa lebih besar karena banyak penderita yang tidak mau melakukan pemeriksaan. Untuk itu ia mengajak semua elemen untuk menolak setiap hal yang berbau LGBT. Selain tidak dibenarkan secara hukum dan agama juga sangat meresahkan karena tidak sesuai dengan norma adat yang berlaku dan sangat berpotensi menularkan penyakit yang saat ini belum ada obatnya tersebut.
Sementara itu, Ketua Himpunan Voluntary Conseling Test (VCT) wilayah Sumbar, Katerina Welon, mengatakan, penularan HIV/AIDS identik dengan LGBT yang kini banyak kasusnya di kalangan mahasiswa. “Dari penelitian yayasan HIV/AIDS, 6 bulan terakhir ditemukan 620 kasus baru HIV/AIDS di Sumbar, mayoritas berusia usia 20-39,” ujarnya.
Kenapa ini bisa terjadi, lanjutnya, salah satunya pengaruh teknologi dan media sosial. Orang tua cendrung memfasilitasi anak dengan teknologi seperti gawai anak tanpa kontrol dan membebaskan mereka menggunakan jaringan dunia maya.
Penanganan LGBT, katanya, cenderung sulit karena adanya perlindungan Undang undang (UU) Hak Asasi Manusia, sehingga upaya fundamental yang bisa dilakukan adalah membangun ketahanan keluarga.
(Haluan)